Mengurai Penyebab dan Solusi Banjir Rob di Pesisir Jakarta Utara

Mengurai Penyebab dan Solusi Banjir Rob di Pesisir Jakarta Utara

JAKARTA, KOMPAS.com – Sejak Jumat (13/12/2024), warga di pesisir utara Jakarta menghadapi banjir rob yang menggenangi kawasan permukiman.

Kondisi ini dipicu oleh pasang maksimum air laut yang bertepatan dengan fase bulan baru, menyebabkan ketinggian pasang air laut meningkat signifikan.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi banjir rob di wilayah Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu akan berlangsung hingga 20 Desember 2024.

Pemerintah dan warga terus berupaya mengatasi dampaknya, meski sejumlah tantangan masih membayangi.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta, Ika Agustin, menjelaskan bahwa selain pasang air laut, banjir rob diperparah oleh penurunan muka tanah akibat penggunaan air tanah yang berlebihan.

“Jadi paling banyak land subsidence itu karena penggunaan air tanah. Kalau menggunakan air tanah, pasti akan berdampak terhadap penurunan muka air tanah,” kata Ika di Balai Kota Jakarta, Selasa (17/12/2024).

Selain itu, perubahan iklim yang menyebabkan kenaikan permukaan laut turut memperburuk kondisi. Kepala Pelaksana BPBD DKI Jakarta, Isnawa Adji, menekankan bahwa pasang air laut yang semakin tinggi membuat kawasan pesisir Jakarta semakin rentan.

“Kondisi tersebut dapat memperburuk dampak banjir rob, serta mengakibatkan kawasan pesisir Jakarta semakin rentan terhadap rob,” ujar Isnawa.

Di Muara Angke, banjir rob menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan warga. Neneng, salah satu warga yang terdampak, mengaku pasrah menghadapi keadaan ini.

“Kalau dibilang lelah banget, ya, lelah. Tapi, gimana ini sudah faktor alam,” kata Neneng saat ditemui di lokasi banjir, Senin (16/12/2024).

Dampak banjir rob tidak hanya mengganggu aktivitas sehari-hari tetapi juga merusak barang-barang milik warga, termasuk elektronik. Karyan (60), warga lainnya, berharap adanya fondasi yang lebih kuat untuk mencegah air masuk ke permukiman.

“Kalau ada fondasi, air enggak langsung masuk ke rumah,” ungkapnya.

Aryati (40), warga Muara Angke lainnya, berharap pemerintah segera meningkatkan pembangunan tanggul laut. “Harapannya, ya, tanggul-tanggul ditinggiin lagi,” ujar Aryati.

Pembangunan tanggul pantai sebagai solusi utama untuk menahan air laut pasang masih belum rampung. Teguh, pejabat Dinas SDA DKI Jakarta, menjelaskan bahwa area yang terdampak banjir rob umumnya adalah wilayah yang belum memiliki tanggul pantai.

“Ini (yang terdampak banjir rob) adalah area yang belum terbangun tanggul pantai. Kalau tanggulnya itu belum terbangun, rob pasti masuk,” ujar Teguh.

Proyek tanggul sepanjang 39 kilometer ini melibatkan kerja sama antara Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dan Pemprov DKI Jakarta. Namun, penyelesaiannya tertunda hingga 2030, dari rencana awal 2028.

“Kami mencoba menyelesaikannya. Yang bisa kami lakukan adalah bagaimana pada saat rob itu terjadi, Pemprov tidak berdiam diri,” tambah Teguh.

Menanggapi keluhan warga, Teguh berjanji akan kembali meninjau Muara Angke. “Anytime, mudah-mudahan saya datang ke sana. Ini Insya Allah,” ujarnya.

Pemerintah mengimbau warga pesisir untuk menggunakan air bersih dari Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya guna mencegah penurunan permukaan tanah lebih lanjut.

Selain itu, perencanaan jangka panjang melalui percepatan pembangunan tanggul dan mitigasi dampak perubahan iklim menjadi fokus utama dalam mengatasi banjir rob.

Sumber