Menjelang 2025: Kesejahteraan di Ujung Tanduk
Menjelang 2025, Indonesia dihadapkan pada tantangan besar akibat meningkatnya harga barang dan kebutuhan pokok yang mengguncang kesejahteraan masyarakat. Dalam situasi ketidakpastian ini, Presiden Prabowo Subianto dituntut untuk mengambil langkah tegas dan inovatif agar ekonomi bangsa tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang. Masyarakat, sebagai aktor utama dalam setiap kebijakan, kini bertanya dapatkah kebijakan yang dirancang menjawab tantangan yang ada?
Kenaikan harga menjadi momok menakutkan, tidak hanya bagi ekonom, tetapi juga bagi keluarga yang berjuang memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kebijakan pemerintah akan berdampak langsung pada daya beli masyarakat, yang dihadapkan pada pertanyaan mendasar dapatkah mereka hidup nyaman di tengah lonjakan biaya hidup?
Kenaikan harga bahan pokok dan energi memicu kekhawatiran, terutama di kalangan kelompok berpenghasilan rendah. Apakah kebijakan yang diterapkan mampu menjaga daya beli dan menciptakan kesejahteraan yang merata? Ketidakpuasan masyarakat dapat memicu protes, berpotensi mengganggu stabilitas politik dan ekonomi.
Faktor global, seperti fluktuasi harga minyak dan ketegangan geopolitik, juga mempengaruhi harga barang. Kebijakan dalam negeri, seperti subsidi dan pajak, akan menentukan stabilitas harga di pasar. Pada era Prabowo, penyesuaian harga diharapkan menjadi bagian dari reformasi struktural, termasuk upaya memperkuat kemandirian energi dan ketahanan pangan.
Mulai 1 Januari 2025, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan naik dari 11% menjadi 12% yang kabarnya hanya diperuntukkan untuk barang-barang mewah. Kenaikan ini diharapkan mendukung keberlanjutan program-program prioritas pemerintah, tetapi dampaknya terhadap daya beli masyarakat, khususnya kelompok berpenghasilan rendah, perlu dicermati.
Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
Masyarakat juga harus bersiap menghadapi potensi kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, yang diatur dalam Perpres Nomor 59 Tahun 2024. Kenaikan ini bertujuan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan nasional, tetapi beban tambahan ini menjadi tantangan bagi mereka yang bekerja di sektor informal. Kesehatan adalah kebutuhan dasar, sehingga pemerintah perlu mengimbangi kenaikan ini dengan peningkatan akses layanan medis.
Harga BBM dan LPG yang Melonjak
Subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan LPG 3 kg akan mengalami penyesuaian pada tahun 2025. Pengurangan alokasi subsidi untuk jenis BBM tertentu sebesar Rp 40 miliar dan LPG 3 kg hingga Rp 600 miliar berpotensi meningkatkan harga jual di pasaran. Kenaikan ini dapat memicu efek domino pada sektor transportasi dan logistik, yang berpengaruh pada harga barang kebutuhan pokok. Selain itu, subsidi listrik juga akan berkurang sebesar Rp 500 miliar, meskipun dampaknya terhadap tarif dasar listrik diperkirakan lebih kecil.
Pengurangan subsidi ini memberi peluang untuk mengalokasikan anggaran ke sektor produktif, tetapi juga berisiko memperburuk daya beli kelompok rentan. Oleh karena itu, inovasi dalam adopsi energi terbarukan harus menjadi bagian dari solusi jangka panjang.
Cukai Minuman Berpemanis dalam Kemasan
Pemerintah juga akan memberlakukan cukai untuk Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) sebagai upaya meningkatkan penerimaan cukai yang ditargetkan mencapai Rp 244,2 triliun. Kebijakan ini bertujuan untuk menambah pendapatan negara sekaligus mendorong masyarakat mengurangi konsumsi minuman manis demi kesehatan. Namun, konsumen mungkin akan menghadapi kenaikan harga pada produk-produk favorit mereka.
Harapan kepada Kepemimpinan Presiden Prabowo
Rangkaian kebijakan ini mencerminkan upaya pemerintah menjaga stabilitas anggaran negara. Namun, dampaknya terhadap masyarakat luas tidak dapat diabaikan. Beban ekonomi yang semakin berat dapat meningkatkan angka kemiskinan, terutama di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah. Oleh karena itu, pemerintah harus memastikan tambahan penerimaan negara dialokasikan untuk program-program yang memberi manfaat langsung bagi masyarakat.
Di tengah tantangan ini, Presiden Prabowo Subianto memiliki tugas berat untuk menyeimbangkan kebutuhan fiskal negara dengan kesejahteraan rakyat. Pendekatan tegas dan pragmatis diharapkan mampu menghasilkan solusi konkret. Dialog antara pemerintah dan masyarakat juga menjadi kunci, sehingga kebijakan yang melibatkan masukan dari berbagai pemangku kepentingan lebih cenderung diterima.
Tahun 2025 menjadi momen penting untuk membangun masa depan yang lebih baik. Dengan kepemimpinan yang visioner dan dukungan masyarakat, Indonesia dapat melangkah maju meski di tengah badai ketidakpastian. Harapan adalah cahaya yang akan terus menyala, meski jalannya penuh tantangan.
Suprianto Haseng Analis Utama di Asah Kebijakan Indonesia dan penyuluh antikorupsi sertifikasi LSP KPK