Menko Yusril Pertimbangkan Opsi Pindahkan Narapidana Mary Jane ke Filipina
JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra mempertimbangkan opsi transfer of prisoner atau pemindahan narapidana untuk narapidana asing dalam hal ini narapidana kasus narkotika Mary Jane F. Veloso.
Yusril mengatakan, pemindahan narapidana untuk narapidana asing disesuaikan dengan permohonan dari pemerintah negara asal.
Ia juga mengatakan, telah membahas poin-poin persoalan tersebut kepada Presiden Prabowo Subianto.
"Dan kita sedang merumuskan satu kebijakan untuk menyelesaikan persoalan narapidana asing yang ada di negara kita ini, baik melalui perundingan bilateral maupun juga kita merumuskan satu kebijakan yang dapat kita tempuh terkait dengan apa yang dalam bahasa Inggris sebut dengan transfer of prisoner," kata Yusril dalam keterangan tertulis dalam pertemuannya dengan Duta Besar Filipina, Gina Alagon Jamoralin, Senin (11/11/2024).
Yusril mengatakan jika permohonan dikabulkan, Mary Jane Veloso akan melanjutkan sisa masa hukumannya di Filipina dengan mengikuti ketentuan yang telah diputuskan oleh pengadilan Indonesia.
Ia mengatakan, Pemerintah Filipina sesuai dengan kebijakan ini, juga diharapkan untuk mengakui keputusan tersebut dan melaksanakan hukuman yang telah ditetapkan di Indonesia.
"Kebijakan ini menjadi bagian dari kerja sama timbal balik antara kedua negara untuk menghormati dan memperkuat penegakan hukum di tingkat internasional," ujarnya.
Yusril mengatakan, pihaknya terus melakukan koordinasi dengan pihak terkait untuk merumuskan prosedur lebih lanjut, termasuk melalui negosiasi dan perjanjian bilateral dengan pemerintah Filipina.
Ia berharap dapat memperkuat hubungan kedua negara dalam upaya penegakan hukum dan perlindungan hak warga negara di luar negeri.
"Indonesia menghormati permintaan dari pemerintah Filipina untuk mempertimbangkan transfer Mary Jane Veloso demi kepentingan penegakan hukum di Filipina. Namun, Pemerintah Filipina berkewajiban untuk mengakui dan menghormati proses hukum terhadap Mary Jane, termasuk putusan pengadilan Indonesia," tuturnya.
Yusril mengatakan, kedaulatan Indonesia dalam menindak kejahatan yang dilakukan Warga Negara Asing (WNA) sepenuhnya harus dihormati.
Namun, apabila narapidana warga negara asing itu telah dikembalikan ke negaranya, pembinaan tehadap narapidana yang bersangkutan diserahkan kepada negara tersebut.
"Termasuk apakah akan diberi remisi atau grasi, semuanya kita serahkan kepada negara yang bersangkutan," ucap dia.
Diketahui, Mary Jane Fiesta Veloso adalah terpidana mati kasus penyelundupan heroin dengan berat total 2,6 kilogram. Peristiwa itu terjadi di Bandara Adisucipto, Yogyakarta pada 25 April 2010.
Mengutip Harian Kompas, 2 Mei 2015, Mary Jane Fiesta Veloso sudah dijadwalkan untuk menjalani dieksekusi mati.
Ia dijadwalkan dieksekusi pada 29 April 2015 dini hari di Pulau Nusakambangan, Jawa Tengah bersama sejumlah terpidana hukuman mati lainnya.
Namun di detik-detik akhir nyawa Mary Jane masih selamat.
Hal itu lantaran Maria Kristina Sergio yang diduga sebagai perekrut Mary Jane menyerahkan diri secara sukarela di kepada kepolisian Filipina.
Mary Jane pun dimintai kesaksiannya untuk kasus tersebut pada 8 Mei dan 14 Mei 2015, melalui konferensi video.
Jaksa Agung HM Prasetyo menegaskan bahwa proses hukum yang berjalan di Filipina tidak begitu saja menangguhkan putusan pidana mati Mary Jane.
Sampai saat ini eksekusi mati Mary Jane masih ditunda.