Menkum: Wacana Memaafkan Koruptor Itu Bukan Perkara Baru, Sudah Lama

Menkum: Wacana Memaafkan Koruptor Itu Bukan Perkara Baru, Sudah Lama

JAKARTA, KOMPAS.com – Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mengungkapkan bahwa wacana pemberian pengampunan bagi narapidana, termasuk koruptor, bukanlah isu baru.

Meskipun telah lama menjadi menjadi wacana, rencana tersebut hingga saat ini belum terealisasi.

"Wacana memaafkan koruptor itu kan bukan perkara baru. Itu sudah lama," kata Supratman di Jakarta, Jumat (27/12/2024).

Dia menjelaskan bahwa pengampunan semacam ini pernah dibahas oleh Mahfud MD, mantan Menteri Kehakiman dan HAM pada 2001, yang juga mengusulkan gagasan serupa.

“Beliau pernah menyampaikan hal itu, bahkan mencontohkan apa yang dilakukan oleh negara lain seperti Afrika Selatan,” ujarnya.

Supratman menyayangkan bahwa wacana tersebut disalahartikan oleh sebagian masyarakat, yang akhirnya menjadi viral dan dikaitkan dengan kemungkinan pelanggaran undang-undang oleh Presiden.

“Karena itu, terhadap konteks itu kan kemudian akhirnya menjadi berita yang sangat viral," tambahnya.

"Bahkan ada yang menyatakan, kalau Presiden mengampuni koruptor, Presiden bisa dijerat Pasal 55 KUHAP,” tambahnya.

Meski demikian, Supratman menegaskan bahwa wacana tersebut masih sebatas gagasan dan belum ada keputusan konkret.

“Mungkin ada yang lupa terkait dengan hak konstitusional Presiden yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar, di mana Pasal 14 UUD memberi hak amnesti, abolisi, grasi, dan rehabilitasi kepada Presiden untuk semua jenis tindak pidana,” lanjutnya.

Ia menambahkan bahwa pengampunan dalam hukum pidana sudah menjadi bagian dari praktik di Indonesia, terutama melalui pendekatan restorative justice.

“Kalau kerugian negara hanya Rp 50 juta atau Rp 100 juta, sementara biaya penanganan perkaranya jauh lebih besar, kan itu tidak efektif," ungkap Supratman.

"Jadi, dalam kasus seperti itu, pendekatan restorative justice sudah diterapkan di beberapa lembaga penegak hukum,” imbuhnya.

Sumber