Menlu Baru Israel Sebut Pembentukan Negara Palestina Tak Realistis, Kok Bisa?

Menlu Baru Israel Sebut Pembentukan Negara Palestina Tak Realistis, Kok Bisa?

YERUSALEM, KOMPAS.com - Menteri Luar Negeri (Menlu) Israel Gideon Saar pada Senin (11/11/2024) menyebut, pembentukan negara Palestina adalah tujuan yang tak realistis, di tengah perang yang sedang berlangsung di Jalur Gaza.

“Saya rasa posisi ini tidak realistis untuk saat ini dan kita harus bersikap realistis,” ujar Menteri yang baru saja diangkat itu ketika menanggapi pertanyaan mengenai pembentukan negara Palestina sebagai imbalan atas normalisasi hubungan antara Israel dan negara-negara Arab, dikutip dari AFP.

Gideon Saar kemudian menuturkan, negara Palestina bakal menjadi “negara Hamas”, mengacu pada kelompok Palestina di Gaza yang telah berperang dengan Israel selama lebih dari satu tahun.

Dorongan normalisasi adalah bagian dari Kesepakatan Abraham 2020 yang diawasi oleh Donald Trump dan prosesnya kemungkinan dapat dilanjutkan setelah ia kembali ke Gedung Putih setelah Pilpres AS 2024 minggu lalu.

Sementara ia berbicara di Yerusalem, para pemimpin negara-negara Arab dan negara-negara Islam tengah berkumpul di Arab Saudi untuk menghadiri pertemuan puncak atau KTT yang membahas perang di Gaza dan Lebanon, di mana Israel juga memerangi sekutu Hamas, Hizbullah.

Kementerian Luar Negeri Arab Saudi mengumumkan rencana pertemuan tersebut pada akhir Oktober lalu dalam sebuah pertemuan, juga di Riyadh, mengenai “aliansi internasional” baru untuk mendorong pembentukan negara Palestina.

Nyatanya, pernyataan Menlu baru Israel tersebut tidak selaras dengan sikap dari beberapa negara sekutunya.

Misalnya, beberapa negara sekutu Israel yang menjadi anggota Negara-negara Kelompok Tujuh (G7) telah menyatakan dukungan untuk  pendirian negara Palestina dan menekankan bahwa proses ke arah itu harus dimulai dengan dihentikannya pertempuran di Gaza.

“Dokumen G7 berbicara tentang keinginan mencapai tujuan dua bangsa, dua negara, melalui penghentian atas konflik saat ini, yang akan memfasilitasi pembebasan sandera Israel tanpa syarat dan membantu penduduk sipil Palestina yang membutuhkan bantuan kemanusiaan," kata Menteri Luar Negeri Italia Antonio Tajani pada 17 Februari lalu.

Dia menyampaikan hal itu kepada wartawan usai mengikuti pertemuan dengan para menteri luar negeri anggota di G7 pada Konferensi Keamanan Munich di Jerman.

“Setelah (penghentian konflik) itu, perundingan akan dimulai dan saya harap akan mengarah pada terciptanya perdamaian,” jelasnya.

Amerika Serikat dan beberapa negara Arab bahkan pernah dilaporkan secara aktif terlibat dalam penyusunan rencana pembentukan negara Palestina.

Menurut sejumlah pejabat AS dan Arab kepada The Washington Post pada Februari lalu, ada urgensi untuk menyelesaikan rencana tersebut demi terciptanya perdamaian jangka panjang antara Israel dan Palestina.

"Berbagai upaya sedang dilakukan untuk menentukan kerangka waktu bagi pembentukan negara Palestina," lapor Washington Post pada 16 Februari 2024.

Serangan Israel sendiri telah menewaskan begitu banyak orang di Gaza.

Jumlah korban tewas di Gaza akibat serangan Israel diketahui telah mencapai lebih dari 43.600 orang sejak perang tersebut pecah pada Oktober tahun lalu.

Kementerian Kesehatan di Gaza terakhir melaporkan, serangan Israel telah menewaskan 43.603 orang, sebagian bagian besar warga sipil. Data itu dianggap dapat diandalkan oleh PBB.

 

 

 

Sumber