Menlu Sugiono: Menghindari Pertikaian adalah Langkah Menuju Perdamaian
JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Luar Negeri Sugiono menegaskan, setiap potensi konflik harus bisa diidentifikasi dan ditangani sedini mungkin, sebelum semua terlambat dan merembet ke arah konflik yang tidak terkendali.
"Demi mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan terburuk yang bisa berkembang, Indonesia berpandangan bahwa menghindari pertikaian adalah langkah pertama menuju perdamaian," kata Sugiono saat memberikan pernyataan pers tahunan Menteri Luar Negeri RI 2025 di Jakarta, Jumat (10/1/2025).
Ia menjelaskan, banyak tantangan strategis bagi pembangunan dan keberlanjutan bangsa yang dihadapi oleh seluruh dunia. Hal ini yang kemudian membuat seluruh kawasan di dunia tidak ada yang sepenuhnya dapat terbebas dari konflik dan ketegangan.
"Di kawasan kita sendiri pun di Asia, tidak luput dari berbagai ketegangan dan konflik yang bisa saja berkembang menjadi konflik yang lebih terbuka dengan rivalitas geopolitik yang semakin meruncing," ucapnya.
Menlu mencontohkan, krisis kemanusiaan di Myanmar, termasuk memburukan kondisi pengungsi Rohingya, telah memberikan dampak yang luas ke negara tetangganya, termasuk Indonesia.
Belum lagi, kata dia, persoalan krisis iklim yang memerlukan intervensi nyata untuk mencegah kenaikan suhu bumi di atas 1,5 derajat celcius dalam beberapa tahun ke depan.
"Dunia juga menghadapi tantangan krisis pangan, energi dan air yang bisa memperburuk kondisi kerawanan global, mengancam keselamatan jiwa dan memberi dampak yang besar pada perdamaian dan ketertiban dunia," ujarnya.
Selain itu, Sugiono juga menyoroti perkembangan teknologi seperti artificial intelligence (AI) yang tidak hanya memberikan kemudahan bagi manusia, tetapi juga memberikan tantangan tersendiri terhadap perdamaian dan stabilitas global.
Di tengah berbagai tantangan yang ada, menurutnya, solidaritas dan kerja sama global justru memudar saat ini.
"Dimana multilateralisme kehilangan daya, hukum internasional dan Piagam PBB semakin tidak dihormati, arsitektur ekonomi dunia yang tidak lagi sesuai untuk menjawab tantangan zaman," jelasnya.
"Komitmen negara-negara pendiri sistem internasional juga melemah terhadap system yang sejatinya mereka bentuk. Semangat reformasi multilateral jalan di tempat dan banyak negara yang enggan untuk memperbaikinya karena terus ingin mempertahankan dominasi dan status quo," imbuhnya.
Menurut Sugiono, jika situasi ini terus dibiakan, maka sistem tata kelola global bisa mati suri, negara berkembang semakin terpinggirkan, bahkan scenario terburuk adalah terjadinya perang nuklir.