Menteri Desa PDT Ingin SDM Desa Dioptimalkan, agar Tak Ada Urbanisasi Seperti Jepang dan Korsel
KOMPAS.com - Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Menteri Desa PDT) Yandri Susanto mengimbau seluruh kepala daerah, baik gubernur maupun bupati, untuk mengoptimalkan sumber daya manusia (SDM) lokal di desa dalam menuntaskan masalah pembangunan.
Menurutnya, SDM lokal merupakan aset yang tak tergantikan, karena mereka yang memahami kebutuhan, potensi, dan tantangan yang ada di wilayahnya.
"Optimalisasi SDM desa ini dilakukan untuk mencegah terjadinya urbanisasi, sebagaimana yang terjadi di negara Jepang dan Korea Selatan (Korsel)," tuturnya melalui siaran pers, Selasa (14/1/2025).
Hal tersebut disampaikan Yandri saat mendampingi Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan Zulkifli Hasan saat Rapat Koordinasi Swasembada Pangan dengan Kepala Daerah se-Sumatera Selatan di Kantor Gubernur Sumsel, Kota Palembang, Senin (13/1/2025).
Jika hal itu terjadi, maka akan menimbulkan masalah lain yang lebih berat, salah satunya demografi penduduk yang tak seimbang.
Mantan Wakil Ketua MPR itu mengatakan bahwa desa-desa di Jepang kosong. Ia tidak ingin hal ini terjadi di Indonesia.
"Ada 93 persen penduduknya ke kota, termasuk di Korsel yang 83 persen penduduknya bergerak ke kota. Kami ingin menyetop atau menghambat laju urbanisasi itu dengan memajukan desa-desa di Indonesia," ungkapnya.
Oleh karenanya, Yandir menekankan bahwa pembangunan di desa perlu dilakukan. Desa-desa pun harus diperhatikan.
"Kalau pembangunan banyak di desa, pemuda pelopor desa dilibatkan. Saya haqqul yaqin desa akan maju dengan pesat," imbuhnya.
Sementara itu, Zulkifli Hasan menegaskan bahwa pemerintah sedang fokus pada pemberdayaan potensi lokal. Hal ini dilakukan untuk mengurangi impor bahan pokok dapat dilakukan dengan mengandalkan sumber daya pangan lokal.
Pria yang akrab disapa Zulhas itu berharap, pangan lokal mampu diproduksi, dikembangkan, dan dikonsumsi oleh suatu daerah atau kelompok masyarakat lokal secara berkelanjutan.
Seba, menurutnya, makanan lokal bisa memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh produk waralaba, seperti memiliki cita rasa yang unik serta bahan baku lokal dan pengelolaan yang lebih baik.
"Jadi, 2025 tidak impor beras untuk konsumsi, tidak impor gula untuk konsumsi, tidak impor jagung untuk pakan ternak, dan tidak impor garam untuk konsumsi," jelasnya.
Ia mengatakan, penyesuaian harga pembelian pemerintah (HPP) gabah Perum Bulog dari Rp 6.000 per kg menjadi Rp 6.500 per kg akan diberlakukan mulai 15 Januari 2025.
"Pemberlakuan penyesuaian HPP gabah untuk memberikan keleluasaan kepada Bulog dalam mengoptimalkan serapan hasil produksi petani pada masa panen raya pada tahun ini. Nanti pabrik-pabrik padi itu, beras yang dibeli oleh Bulog seharga Rp 12.000, efektif mulai 15 Januari," kata Zulhas.
Adapun pemberlakuan jagung dengan harga Rp 5.500 per 1 Februari 2025 bertujuan untuk menyerap panen petani.