Menteri Hukum Bakal Menghadap Prabowo, Bahas Tindak Lanjut Putusan MK soal UU Cipta Kerja

Menteri Hukum Bakal Menghadap Prabowo, Bahas Tindak Lanjut Putusan MK soal UU Cipta Kerja

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah bakal segera membahas aturan pengupahan setelah Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan sejumlah pasal UU Cipta Kerja terkait pengupahan yang digugat serikat pekerja dan Partai Buruh.

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengaku akan menemui Presiden Prabowo Subianto untuk membahas langkah yang akan diambil pemerintah merespons putusan MK tersebut.

"Kami sudah bahas dengan Menko Perekonomian, kalau enggak salah nanti jam 16.30 kita lapor ke Pak Presiden, terkait dengan langkah-langkah yang harus diambil," ujar Supratman kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/11/2024).

Ia mengamini bahwa pengupahan menjadi soal yang paling mendesak, sebab para gubernur sudah harus menetapkan upah minimum pada bulan ini.

Sementara itu, sejumlah pasal terkait pengupahan beserta penghitungannya dibatalkan MK, sehingga peraturan pemerintah tentang penghitungan upah yang bersumber dari pasal tersebut menjadi tidak relevan lagi.

Supratman menambahkan, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto akan mengoordinasikan hal ini dan akan memberi penjelasan ke depan.

Ia optimistis, dalam 1-2 hari ke depan sudah ada kejelasan mengenai hal ini.

Namun demikian, politikus Partai Gerindra itu sudah menjamin bakal melibatkan serikat pekerja juga untuk membahas kebijakan baru soal pengupahan.

"Karena di putusan MK sudah jelas, memasukkan komponen hidup layak (KHL) menjadi salah satu indeks yang harus dimasukan dengan yang lain lainnya, sehingga saya pikir parameternya sudah jelas," kata Supratman.

"Yang pasti pemerintah taat dan patuh terhadap putusan MK, karena itu kita akan melakukan sesuai dengan putusan MK. Pemerintah harus melakukan itu, dan tidak ada pilihan lain karena tidak ada upaya hukum (atas putusan MK)," ujar dia.

Sebagai informasi, dalam putusannya, MK mengembalikan komponen hidup layak ke dalam struktur upah yang sebelumnya dilenyapkan dalam UU Cipta Kerja.

MK meminta pasal soal pengupahan harus "mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar yang meliputi makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi dan jaminan hari tua".

Di sisi lain, MK juga meminta supaya struktur dan skala upah harus proporsional.

MK juga memperjelas frasa "indeks tertentu" dalam hal pengupahan sebagai "variabel yang mewakili kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi atau kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan perusahaan dan pekerja/buruh serta prinsip proporsionalitas untuk memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL) bagi pekerja/buruh".

MK pun menghidupkan kembali peran aktif dewan pengupahan dalam penentuan upah minimun serta mengembalikan adanya upah minimum sektoral.

Menurut Partai Buruh, putusan MK yang mengabulkan gugatan mereka itu membuat Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan (PP Pengupahan), yang membuat kenaikan upah minimum sangat kecil sejak UU Cipta Kerja berlaku, tidak dapat dijadikan acuan dalam penetapan upah minimum tahun 2025.

"Ketentuan mengenai nilai indeks tertentu yang sebelumnya ditetapkan sebesar 0,1 hingga 0,3, tidak lagi berlaku seiring dicabutnya Pasal 88D ayat 2 dalam Pasal 81 angka 28 UU Cipta Kerja. Besaran nilai indeks tertentu untuk upah minimum tahun 2025 harus dirundingkan dengan serikat pekerja," kata Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, kepada Kompas.com, Senin.

"Kenaikan upah minimum tahun 2025 diusulkan sebesar inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi, dengan usulan serikat pekerja bahwa nilai indeks tertentu (?) adalah sebesar 1,0 hingga 2,0. Lalu, Karena PP Pengupahan tidak lagi berlaku, maka tidak ada lagi batas bawah dan batas atas upah minimum," kata dia.

Sumber