Menteri Hukum Pastikan Revisi UU Pemilu Berpedoman pada Rekayasa Konstitusi MK

Menteri Hukum Pastikan Revisi UU Pemilu Berpedoman pada Rekayasa Konstitusi MK

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan, pemerintah menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold yang diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.

Supratman memastikan revisi Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu) berpedoman pada lima poin rekayasa konstitusional atau constitutional engineering yang disampaikan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Yang satu, tidak boleh rekayasa konstitusional itu disahkan kepada perolehan suara ataupun kursi. Kan itu intinya tuh. Nah karena itu pasti ini akan dipenuhi," kata Supratman saat ditemui di Graha Pengayoman Kementerian Kumham Imipas, Jakarta, Selasa (7/1/2025).

Supratman sudah meminta Dirjen Peraturan Perundang-undangan (PP) untuk mengkaji putusan MK tersebut untuk segera dibahas bersama DPR RI.

"Saya lagi minta Dirjen PP baru kemarin saya perintahkan untuk segera kaji, kemudian itu kita akan bicarakan bersama dengan DPR," ujarnya.

Supratman mengatakan, dalam revisi UU Pemilu tidak menutup kemungkinan pemerintah dan DPR akan membahas soal seluruh parpol bisa mengusulkan capres dan cawapres.

Selain itu, ia berpendapat capres dan cawapres seharusnya pasangan yang mendapatkan dukungan yang kuat dari Parlemen.

"Karena kalau tidak, maka tentu program-programnya baik itu menyangkut soal pembiayaan, karena kan APBN kita disetujui bersama-sama dengan DPR, termasuk regulasi dalam bentuk undang-undang. Karena itu, dukungan politik di parlemen pasti sangat dibutuhkan," ucap dia.

Diberitakan, MK memberi lima poin pedoman rekayasa konstitusional atau constitutional engineering, menyusul dihapusnya ketentuan presidential threshold pada Pasal 222 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Wakil Ketua MK, Saldi Isra, mengatakan pedoman untuk melakukan rekayasa konstitusional dapat dipertimbangkan oleh pembentuk undang-undang dalam merevisi UU Pemilu agar jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden tidak membludak.

"Jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden yang terlalu banyak belum menjamin berdampak positif bagi perkembangan dan keberlangsungan proses dan praktik demokrasi presidensial Indonesia," kata Saldi di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta pada Kamis (2/1/2/2025), dikutip dari Antara.

Oleh karena itu, kata dia, pembentuk undang-undang, dalam merevisi UU Nomor 7 Tahun 2017, dapat melakukan rekayasa konstitusional dengan memperhatikan sejumlah hal.

Berikut ini adalah lima poin pedoman dari Mahkamah Konstitusi terkait pencalonan presiden usai MK hapus presidential threshold

Sumber