Menteri Israel Ancam Keluar Kabinet Jika Gencatan Senjata Disetujui
Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben Gvir, yang berhaluan sayap kanan mengatakan bahwa ia dan rekan-rekan partainya akan keluar kabinet jika gencatan senjata di Gaza dan kesepakatan pembebasan sandera disetujui. Namun, mereka tidak akan meninggalkan koalisi yang berkuasa di negara itu.
"Jika perjanjian yang tidak bertanggung jawab ini disetujui dan dilaksanakan, partai Jewish Power tidak akan menjadi bagian dari pemerintahan dan akan meninggalkannya," katanya pada konferensi pers sambil tetap membuka kemungkinan untuk balik arah jika gencatan senjata gagal seperti dilansir AFP, Jumat (17/1/2024).
"Jika perang melawan Hamas berlanjut, dengan intensitas, untuk mencapai tujuan perang yang belum tercapai, kami akan kembali ke pemerintahan."
Ben Gvir duduk di kabinet Israel bersama dua anggota parlemen Jewish Power lainnya, dan menyumbangkan enam anggota, termasuk dirinya sendiri, ke koalisi Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu yang terdiri dari 68 anggota parlemen di Knesset. Tetapi ketika ia mengancam akan keluar dari kabinet, ia mengatakan partainya "tidak akan menggulingkan Netanyahu".
Ben Gvir juga meminta Menteri Keuangan sayap kanan Bezalel Smotrich, yang memimpin partai Zionisme Religius, untuk mengundurkan diri. Smotrich sebelumnya mengatakan bahwa kesepakatan gencatan senjata itu "berbahaya" bagi keamanan Israel.
Menyusul pernyataan Ben Gvir, partai Likud milik Netanyahu mengatakan dalam sebuah pernyataan "Siapa pun yang membubarkan pemerintahan sayap kanan akan selamanya dipermalukan."
Perjanjian gencatan senjata itu, tambahnya, akan memungkinkan Israel "untuk memaksimalkan jumlah sandera hidup yang akan dibebaskan…(dan) untuk mencapai keberhasilan keamanan yang akan menjamin keamanan Israel untuk generasi mendatang".
Baik Ben Gvir maupun Smotrich telah berulang kali menyerukan agar perang Gaza dilanjutkan, dan yang pertama bahkan mengatakan bahwa ia berulang kali menghalangi upaya sebelumnya untuk mencapai gencatan senjata.
Kesepakatan yang disetujui pada Rabu (17/1) dan dimediasi oleh Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat pada awalnya mengatur pembebasan 33 sandera yang diculik selama serangan Hamas terhadap Israel pada tanggal 7 Oktober 2023, dengan imbalan ratusan tahanan Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel.
Namun Ben Gvir mengemukakan pendekatan alternatif pada Kamis (16/1). "Demi pembebasan para sandera, bantuan kemanusiaan yang dikirim ke Gaza harus dihentikan sepenuhnya," katanya, seraya menambahkan "hentikan pengiriman bahan bakar, listrik, dan air".
"Hanya dengan begitu Hamas akan membebaskan sandera kami tanpa membahayakan keamanan Israel."
Israel saat ini sedang menghadapi kasus di Mahkamah Internasional, yang diajukan oleh Afrika Selatan, yang menuduhnya melakukan "genosida" di Jalur Gaza. Israel dengan keras membantah tuduhan tersebut.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia telah menunjuk pernyataan serupa oleh tokoh-tokoh seperti mantan menteri pertahanan Yoav Gallant, yang dirinya sendiri dicari oleh Mahkamah Kriminal Internasional atas tuduhan kejahatan perang, sebagai bukti potensial adanya niat genosida.