Menuju Kebijakan Transportasi yang Mendukung Pertumbuhan Ekonomi
Transportasi merupakan salah satu sektor terpenting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia yang dinamis ini. Tanpa transportasi yang baik dan saling berkonektivitas, serta maraknya pungutan liar, dapat dipastikan bahwa pergerakan barang dan jasa atau logistik akan mahal dan tidak dapat mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia yang direncanakan 8% (saat ini kurang dari 5%).
Moda transportasi yang harus saling berkonektivitas itu termasuk angkutan darat (jalan raya dan jalan tol), laut (kapal dan pelabuhan atau dermaga), udara (pesawat udara dan bandara) serta kereta api (stasiun, kereta api dan rel). Keempat moda transportasi ini belum berjalan dengan baik, yang dapat menciptakan harga produk Indonesia kompetitif di dunia. Kualitas pelayanan dihancurkan oleh korupsi dan lemahnya penegakan hukum oleh Aparat penegak Hukum (APH) di sistem transportasi kita.
Persoalan dasarnya adalah lemahnya strategi Kementerian Perhubungan, khususnya yang terkait dengan Kementerian/Lembaga (K/L) lain. Hingga hari ini kita belum menemukan transformasi logistik yang dapat membuat bangsa ini lebih sejahtera, kecuali hanya untuk segelintir orang atau kelompok saja yang menikmati.
Berbagai peraturan dan kebijakan terkait dengan transportasi dan logistik masih jalan di tempat. Kondisi ini membuat biaya transportasi dan logistik di Indonesia mahal dibanding dengan negara lain, khususnya ASEAN. Indeks Kinerja Logistik (LPI) Indonesia pada 2023 berada di peringkat ke-63 dari 139 negara, turun 17 peringkat dari 2018 yang berada di peringkat ke-46. LPI merupakan alat pembanding interaktif yang dibuat oleh Bank Dunia untuk membantu negara mengidentifikasi tantangan dan peluang dalam kinerja logistik perdagangan.
Dengan konektibilitas dan tata kelola moda transportasi yang belum baik serta buruknya sistem logistik saat ini harus menjadi pekerjaan rumah Kementerian Perhubungan yang utama. Kementerian Perhubungan harus melakukan transformasi di sistem transportasi dan logistik secepatnya, jika kita tidak ingin perekonomian kita bertambah buruk. Lalu apa saja yang akan dan harus dilakukan oleh Kementerian Perhubungan untuk itu?
Rendahnya Nilai Keselamatan
Persoalan dasar di sektor transportasi selain konektivitas dan korupsi (pungutan liar) adalah rendahnya nilai keselamatan bagi pengguna serta penegakan hukum. Sehingga angka kecelakaan dengan fatalitas masih tinggi di seluruh Indonesia. Pengguna cenderung "cuek" terhadap keselamatan, operator tertekan regulasi dan pungli, sementara regulator sibuk membuat peraturan dan kebijakan yang sering tidak dapat dijalankan ditambah lemahnya penegakan hukum.
Tingginya harga tiket penerbangan yang tak kunjung bisa diturunkan telah menjadi salah satu topik utama di transportasi udara saat ini. Panjangnya rantai pasok di industri penerbangan membuat tingginya harga tiket penerbangan sulit diturunkan. Untuk itu harus ada transformasi tata kelola di industri penerbangan berjadwal yang diikuti dengan transformasi sistem perpajakan, deregulasi kebijakan serta penguatan nilai rupiah karena bisnis penerbangan sangat sensitif dengan fluktuasi USD terhadap IDR.
Masalah lain harga bahan bakar (avtur), harga suku cadang dan perawatan pesawat semua dalam USD, sementara mayoritas pendapatan dalam IDR. Belum lagi dampak dari budaya korupsi yang merambah ke tujuh penjuru angin tanpa hukuman berat.
Selain transportasi udara, di transportasi laut juga menggunung permasalahan yang harus segera diselesaikan supaya peran angkutan umum logistik di laut "moncer" dan disegani negara lain. Hari ini saat yang tepat, setelah UU Pelayaran No. 66 Tahun 2024 ditandatangani oleh Presiden Prabowo, untuk melakukan beres beres melalui transformasi di industri pelayaran nasional. Pastikan beberapa kebijakan yang selama ini merugikan sistem logistik laut kita dibereskan, misalnya masalah demurage di pelabuhan terkait dengan antrian kapal untuk bongkar muat, keberadaan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS), keberadaan Ship to Ship (STS), masalah pengerukan, pengadaan kapal serta deregulasi berbagai tarif pelayanan pelayaran dan kepelabuhanan.
BUMN yang selama ini menjadi Badan Usaha Pelabuhan (BUP) di banyak pelabuhan utama di Indonesia harus diselamatkan dari berbagai kebijakan yang mendilusi perannya sebagai BUP. Pemerintah (Kementerian Perhubungan) harus membatasi pemberian izin pembangunan TUKS tanpa alasan yang jelas, kecuali pelabuhan utama (BUP) tidak dapat memberikan pelayanan yang berkualitas, cepat dan berkeselamatan sesuai dengan standar pelayanan minimum sebuah pelabuhan. Munculnya UU No. 66 Tahun 2024 tentang Pelayaran harus segera diantisipasi oleh semua BUP, pemain logistik, perusahaan/koperasi bongkar muat serta regulator.
Di transportasi darat terdapat multi-problem yang sulit diurai dan diperbaiki karena menyenggol banyak K/L. Persoalan truk ODOL (Over Dimension Over Load), kemacetan yang berkelanjutan, hilangnya angkutan pedesaan dan angkutan umum perkotaan, ojek online, besaran subsidi BBM, angkutan umum plat hitam, persoalan keselamatan transportasi dan sebagainya. Semua ini bukan persoalan baru tetapi merupakan persoalan forever sepanjang tahun yang belum mampu dibereskan oleh regulator dari multisektor. Belum ada upaya negara mau menyelesaikan, misalnya melalui Menteri Koordinator atau kalau perlu Wakil Presiden yang menyelesaikan, jika menteri sektoralnya tidak mampu membereskan.
Langkah Pemerintah
Publik sangat menunggu langkah besar Kabinet Merah Putih untuk dapat membereskan berbagai persoalan publik, termasuk transportasi yang merupakan tupoksi Kementerian Perhubungan. Publik berharap Menteri Perhubungan Kabinet Merah Putih mampu melakukan transformasi tata kelola transportasi nasional. Keluarnya Peraturan Presiden No. 173 Tahun 2024 Tentang Kementerian Perhubungan merupakan modal awal dan dasar Kementerian Perhubungan untuk melangkah membereskan masalah transportasi di Tanah Air.
Menteri Perhubungan harus cerdas, lugas, dan cepat paham ketika melakukan pembahasan persoalan transportasi dengan K/L lain yang terkait. Ketegasan Menteri Perhubungan wajib dilakukan karena secara regulasi Kementerian Perhubungan sudah mempunyai landasan hukum untuk melangkah. Publik menunggu di sisa kesabarannya. Publik berharap di masa tugas lima tahun ke depan, berbagai persoalan transportasi yang tidak pernah terselesaikan dapat dibereskan secara bertahap, misalnya masalah ODOL, ojol, konektivitas transportasi first mile last mile, hingga kelancaran logistik, supaya sektor transportasi dapat mendukung pertumbuhan ekonomi 8% seperti yang dikehendaki oleh Presiden Prabowo.
Agus Pambagio pengamat kebijakan publik dan perlindungan konsumen