Menyusuri Jejak Restorasi Hotel Daroessalam Pasuruan

Menyusuri Jejak Restorasi Hotel Daroessalam Pasuruan

Sejak diresmikan tahun 2018, Daroessalam Syariah Heritage Hotel telah menjadi tujuan pariwisata terkemuka di Pasuruan, Jawa Timur. Tak heran, bangunan hotel tersebut memiliki luas hampir 6000 meter persegi yang nampak megah dengan gaya arsitektur bernuansa Tionghoa-Indische. Selain menyajikan tempat singgah yang cantik dan nyaman, hotel ini juga menawarkan pengalaman wisata sejarah.

Dua abad lalu, hotel ini merupakan rumah Kwee Tjong Hook, seorang Tionghoa terpandang di Pasuruan. Cucunya, Kwee Sik Poo, adalah Kapiten Tionghoa Pasuruan periode 1886-1926.

Barulah pada 1938, kepemilikan rumah tersebut jatuh pada Muhammad bin Thalib, pengusaha Arab-Yaman yang kala itu bermukim di Lawang, Jawa Timur. Muhammad pun tinggal di rumah tersebut bersama keluarga besarnya hingga tahun 1959. Selepas kepergiannya, Fachir bin Thalib adalah satu-satunya anak Muhammad yang tinggal di rumah tersebut hingga akhir hidupnya di 2015.

Kini, kepemilikan rumah tersebut jatuh pada anak Fachir, Hanif bin Fachir. Kendati tak berencana tinggal di rumah tersebut, Hanif ingin merawat rumah kesayangan ayahnya. Oleh karenanya, Hanif mengalihfungsikan rumah tersebut menjadi hotel.

"Anak-anaknya ayah saya ini semua tidak ada yang terpikir untuk mau tinggal di rumah ini, karena terlalu besar. Dan kita tidak ada pikiran untuk menjual rumah ini, karena ini rumah rumah kecintaan ayah saya. Jadi saya usul, gimana kalau dibikin hotel?" terang Hanif di program Sosok detikcom.

Meski masih indah, bangunan rumah Hanif tetaplah bangunan lawas. Beberapa bagian tembok sudah berair, sebagian ornamen bangunan sudah dilepas, dan adanya plituran kayu daun pintu juga kusen yang mengelupas.

Hanif kemudian memugar rumahnya agar kembali seperti sediakala. Pintu-pintu dan jendela asli diperbaiki dan kembali dipasang. Genteng diganti dengan bahan yang lebih kokoh. Untuk mencegah bangunan berair, ia juga mengecor bagian di balik tegel (ubin klasik).

Sedangkan bagian-bagian rumah yang masih utuh, seperti pilar-pilar dicat ulang. Hanif juga mempertahankan furnitur-furnitur bawaan keluarga Kwee, pemilik pertama rumah tersebut.

Pemugaran dimulai pada tahun 2016 dan rampung di 2018. Rumah masa kecil Hanif itu pun semakin apik setelah direstorasi. Menyoal kocek yang mesti dirogoh untuk memperbaiki rumahnya, Hanif mengaku tarifnya cukup mahal. Rupanya, ia mesti mengeluarkan biaya sekitar 17 miliar rupiah.

"Ya, sekitar itu. Kurang lebih. Alhamdulillah," ucap Hanif.

Lebih lanjut, Hanif menuturkan bahwa tak hanya restorasi yang membutuhkan banyak biaya. Perawatan bulanan juga tak bisa dibilang murah. Ia mesti memastikan bahwa pemasukan dan pengeluaran untuk hotel cukup untuk merawat bangunan tersebut.

Meski demikian, Hanif tak keberatan. Sebab, inilah ikhtiar Hanif untuk menjaga rumah kesayangan ayahnya yang sekaligus cagar budaya kota Pasuruan itu."Setiap bulan (biaya perawatannya) lumayan, lumayan tinggi, karena banyak melibatkan orang. Tapi Alhamdulilah, sudah. Disyukuri sudah," terang Hanif.

Sumber