Mertua Meninggal, Hakim Pembebas Ronald Tannur Pinjam Rekening Rp 1,9 Miliar yang Disita
JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang membebaskan pelaku pembunuhan, Gregorius Ronald Tannur, Erintuah Damanik, mengajukan pinjam pakai terhadap rekening berisi Rp 1,9 miliar yang disita Kejaksaan Agung (Kejagung).
Permohonan ini Erin sampaikan melalui kuasa hukumnya, Philipus Harapenta Sitepu, dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Mulanya, Philipus menyampaikan permohonan kepada majelis hakim agar rekening atas nama istri Erin, Rita Sidauruk, yang disita Kejagung, dikembalikan.
Sebab, pihak keluarga membutuhkan uang itu untuk upacara adat pemakaman mertua Erin.
"Sudah kami masukkan ke PTSP, juga akan kami masukkan ke majelis karena tertanggal 11 Januari 2025, Jbu Tiamsa Silalahi, atau ibu dari Ibu Rita, istrinya Pak Erintuah, sudah dipanggil Tuhan Yang Mulia," kata Philipus di ruang sidang, Selasa (14/1/2025).
Philipus mengatakan, sejak persidangan lalu, pihaknya sudah meminta uang itu dikembalikan karena tidak terkait perkara suap Erin.
Uang tersebut rencananya akan digunakan untuk biaya pengobatan mertua Erin dan pemakamannya.
Namun, Tiamsa meninggal dunia setelah dirawat di rumah sakit mulai 6 Januari lalu.
Jenazahnya disemayamkan di Siantar, Sumatra Utara, dan akan dimakamkan di Samosir.
"Kalau di budaya Batak itu biasanya dipestakan untuk meninggalnya Yang Mulia dan disiapkan untuk kematiannya. Dan uang ini pun tidak ada hubungannya dengan perkara ini, uang ini memang uang ibu ini sendiri," ujar Philipus.
"Maksud kita, jangan juga kita karena waktu melanggar hak dari Ibu Tiamsa ini, Yang Mulia, dan faktanya hari ini sudah meninggal dunia, Yang Mulia, belum sempat terawat, Yang Mulia," tambahnya.
Menanggapi permohonan ini, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Teguh Santoso, mengaku turut berduka.
Namun, majelis hakim tidak bisa mengabulkan permohonan tersebut karena jaksa penuntut umum menyatakan rekening itu berikut isinya masih digunakan untuk pembuktian di persidangan.
Selain itu, Hakim Teguh juga mempersoalkan permohonan Erin yang meminta rekening itu "dikembalikan." Sementara, pengembalian barang bukti baru bisa dilakukan dalam amar putusan.
"Mohon maaf, karena bahasanya mengembalikan untuk mengembalikan barang bukti adalah nanti di akhir putusan, apakah itu dikembalikan, dirampas, atau dimusnahkan. Itu nanti ya," kata Hakim Teguh.
Karena permohonan ditolak hakim, Philipus kemudian mengajukan permintaan secara lisan agar Erin diperbolehkan mengajukan pinjam pakai terhadap rekening itu berikut isinya.
Menurutnya, tidak menjadi masalah jika uang itu dipinjam dengan nomenklatur akan dikembalikan.
"Oleh karena itu, hari ini kami juga ajukan secara lisan dan suratnya kami ajukan hari ini, Yang Mulia, karena besok penguburannya, Yang Mulia. Mohon kebijaksanaan, Yang Mulia," tutur Philipus.
"Ya, silakan saja. Silakan," jawab Hakim Teguh.
Dalam persidangan sebelumnya, istri Erin telah diperiksa dan dimintai keterangan terkait transfer Rp 1,9 miliar dari rekening Kosti Tiamsah Silalahi.
Uang itu masuk ke rekening Rita yang saat ini dibekukan penyidik.
Rita lantas menjawab bahwa uang itu merupakan hasil menjual tanah ibunya dan disiapkan sebagai dana untuk pengobatan dan pemakaman.
Uang disimpan di rekening Rita karena ia ditunjuk sebagai bendahara keluarga.
"Jadi saya lah bendahara keluarga Sidauruk, seperti itu,” ujar Rita.
Sebelumnya, tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya, yaitu Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo, didakwa menerima suap senilai Rp 4,6 miliar untuk membebaskan Ronald Tannur dari dakwaan jaksa.
Suap tersebut diberikan dalam pecahan Rp 1 miliar dan 308.000 dollar Singapura oleh pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat.
Jaksa menyebutkan bahwa uang suap itu bersumber dari ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja Tannur, dan telah diberikan selama proses persidangan di PN Surabaya.
Ketiga hakim itu kemudian menjatuhkan putusan bebas (vrijspraak) terhadap Ronald Tannur.