Meski Perang di Depan Mata, Staf RS di Lebanon Tetap Bekerja, Anggap Nyawa Pasien Lebih Penting
BEIRUT, KOMPAS.com - Direktur RS St. Therese Beirut, Lebanon, Elie Hachem mengatakan rumah sakitnya berdekatan dengan wilayah yang dikuasai kelompok Hizbullah.
Ia menceritakan bahwa dari atap rumah sakit dirinya dan staf lain dapat menyaksikan perang Israel-Hizbullah.
"Tepat di seberang jalan adalah Dahieh, pinggiran selatan Beirut yang dikuasai oleh Hizbullah," ujarnya, dikutip dari Sky News pada Sabtu (2/11/2024).
Dijelaskan bahwa sekitar 200 meter jauhnya masih terlihat asap mengepul dari bangunan yang terkena serangan Israel.
"Ini adalah bom besar. Jadi, meskipun rumah sakit tidak menjadi sasaran langsung, kerusakannya sangat parah," katanya.
Satu serangan yang terjadi pada 3 Oktober lalu bahkan hanya berjarak 80 meter saja.
"Kami harus membawa bayi-bayi di inkubator dengan botol-botol oksigen dan berlari ke kapel. Ada peringatan serangan, tetapi butuh 15 sampai 20 menit untuk mengevakuasi seluruh rumah sakit, jadi saya mengambil keputusan dalam sepersekian detik dan, untungnya, itu adalah keputusan yang tepat. Tidak ada yang terluka," jelas Hachem.
Ketika menghadap ke Dahieh, kota itu sekarang seperti kota hantu yang diselimuti debu.
Meski demikian, kota itu masih dihuni oleh ratusan ribu orang dan semua orang yang bisa keluar dengan sembarangan.
Diketahui, RS tersebut beroperasi dengan staf yang dikurangi tetapi masih beroperasi.
"Bagaimana Anda bisa pergi?". Orang-orang membutuhkan Anda, orang-orang membutuhkan rumah sakit," Hachem (33) bertanya.
"Dari segi bisnis, jauh lebih baik bagi saya untuk menutup usaha dan pergi. Namun, kami tidak bisa melakukan itu. Kami memiliki kewajiban untuk melayani," tuturnya.
Di dalam, beberapa ruangan yang tidak terlalu penting masih mengalami kerusakan. Auditorium dipenuhi kabel dan panel atap, dengan pecahan kaca di lantai.
Ruang-ruangan lain telah diperbaiki secepat mungkin. Di dapur, para biarawati yang telah bekerja di sini selama puluhan tahun masih menyajikan makanan untuk staf dan pasien.
Namun tidak mudah bekerja di sini, seperti yang dikatakan perawat Sandra Hassoun.
"Kami benar-benar takut. Tidak seorang pun yang tidak takut. Tapi, kami mengandalkan Tuhan, dan kami melakukan pekerjaan kami karena nyawa pasien lebih penting daripada nyawa kami," tambahnya.
Perang selama sebulan di Lebanon ini mengharuskan Hachem dan staf lainnya untuk terus bertahan.
Sementara karung pasir ditempatkan di situ untuk melindungi jendela ruang gawat darurat.
"Sekarang kami masih bisa bertahan. Kami bisa bertahan untuk sementara waktu, tetapi tidak selamanya," tandas dia.