Misteri Arca Unfinished Buddha Candi Borobudur, Benarkah Ini Berasal dari Dalam Stupa Induk?
KOMPAS.com - Candi Borobudur adalah candi Buddha yang dibangun sekitar abad ke-8 dan ke-9 Masehi pada masa Dinasti Syailendra oleh para penganut Buddha aliran Mahayana.
Bangunan candi yang dibuat dari batuan andesit ini sebelumnya sempat terpendam, sebelum ditemukan kembali pada era Gubernur Jenderal Sir Thomas Stamford Raffles di tahun 1814.
Pemugaran reruntuhan candi mulai dilakukan secara bertahap sejak masa Pemerintahan Hindia Belanda dan selanjutnya dilakukan oleh Pemerintah Indonesia.
Bangunan candi utuh yang berbentuk mandala dengan arsitektur punden berundak inilah yang kemudian dikenal sebagai Candi Borobudur, salah satu Situs Warisan Budaya Dunia UNESCO di Indonesia.
Meski bentuknya telah jauh lebih sempurna dari ketika awal ditemukan, namun beberapa bagian Candi Borobudur ternyata masih menyimpan misteri.
Salah satunya tentang keberadaan arca Buddha di dalam stupa induk di bagian Arupadhatu, yang masih menjadi perdebatan beberapa ahli.
Arca inilah yang kemudian dikenal sebagai Unfinished Buddha atau dikenal masyarakat setempat sebagai arca Mbah Belet.
Arca Unfinished Buddha (Buddha yang Belum Selesai) adalah sebutan bagi sebuah arca Buddha yang disebut belum selesai dipahat karena bentuknya yang kurang sempurna.
Bentuknya disebut tidak seperti arca Buddha yang ditemukan di dalam stupa yang melengkapi Candi Borobudur.
Arca Unfinished Buddha memiliki sikap tangan Bhumisparsa Mudra yang berarti merupakan Dhyani Buddha Aksobhya yang menempati arah timur.
Sebagian tangan patung tersebut diukir dengan permukaan halus yang tidak tersentuh pahat, begitu juga dengan lipatan kain di antara kaki
Bagian keriting rambutnya juga belum dipahat, sementara bagian kening terdapat ceruk yang menyerupai luka.
Bentuk lengan dan ketebalan alas tempat duduk juga berbeda antara bagian kanan dan kiri.
Hal tersebut menguatkan anggapan bahwa arca ini belum selesai yang menjadi asal-usul nama Unfinished Buddha.
Arca ini ditemukan dalam proses rekonstruksi Candi Borobudur yang dilakukan pada masa Theodoor Van Erp.
Ada yang menyebut, arca ini ditemukan terpendam di bawah pohon kenari di halaman Candi Borobudur.
Menariknya, arca yang sekarang berada di Museum Karmawibhangga ini masih menyimpan misterinya sendiri.
Hal ini karena adanya perbedaan pendapat mengenai letak arca Unfinished Buddha yang diperkirakan pernah berada di dalam stupa induk Candi Borobudur.
KOMPAS.com/ERWIN HUTAPEA Suasana Candi Borobudur yang terletak di Magelang, Jawa Tengah.
Beberapa ahli telah lama berusaha memecahkan asal-usul dari arca Unfinished Buddha di Candi Borobudur.
Dilansir dari laman Kemendikbud, hal ini dijelaskan oleh Soekmono dalam tulisan berjudul Serat Centhini and the Rejected Buddha from Main Stupa of Borobudur.
Misteri ini bermula saat Theodoor Van Erp memimpin rekonstruksi Candi Borobudur dari tahun 1907 sampai dengan tahun 1911.
Saat itu, dia menemukan sebuah arca Buddha yang kini dikenal sebagai unfinished Buddha di dalam stupa induk.
Walaupun disaat itu Van Erp yakin atas keasliannya, Pemerintah Hindia Belanda memberikan instruksi untuk memindahkan arca tersebut dengan berdasar pada pertimbangan N.J. Krom yang juga didukung oleh F.D.K. Bosch.
Alasan pemindahan itu adalah karena arca Unfinished Buddha bukan merupakan bagian dari stupa induk.
Pendapat ini kemungkinan muncul karena dalam The History of Java yang ditulis oleh Thomas Stamford Raffles pada tahun 1817 tidak disebutkan keberadaan arca tersebut.
Pendapat ini diperkuat oleh laporan Friederich yang menyebut bahwa ketika stupa induk dibuka oleh Hartmann di tahun 1842, yang ditemukan di dalamnya hanya arca Siwa berukuran kecil dan beberapa koin emas.
Selain itu, Hoepermans di tahun 1864 mencatat adanya rumor yang mengatakan bahwa Bupati Magelang sengaja memindahkan arca Buddha yang belum selesai ke dalam stupa induk.
Hal tersebut dilakukan untuk menyenangkan Hartmann agar ketika dilakukan penggalian seolah-olah akan mendapatkan penemuan penting.
Disamping beberapa laporan tersebut, ada juga catatan-catatan lainnya yang justru mendukung keberadaan arca Unfinished Buddha di dalam stupa induk Candi Borobudur.
Seperti catatan yang dibuat F.C. Wilsen ketika membuat sketsa relief dan arsitektur Borobudur pada tahun 1849-1853.
Saat itu dia mengabarkan adanya sebuah arca Buddha yang belum selesai dipahat di dalam stupa induk.
Ukuran arca yang belum selesai dipahat tersebut kira-kira sama dengan ukuran ratusan arca Buddha lainnya.
Kabar ini dibenarkan dan divalidasi oleh J.F.G. Brumund yang saat itu ditugaskan untuk menyusun deskripsi lengkap tentang Borobudur.
Selanjutnya, Van Erp yang tetap menjalankan instruksi untuk memindahkan arca Unfinished Buddha tetap melalui kalkulasi teknis terkait tinggi dan ukuran lubang di dalam stupa induk.
Ia kemudian meyakini bahwa tidak mungkin arca tersebut dimasukkan ke dalam stupa induk berabad-abad setelah Candi Borobudur dibangun.
Argumen Van Erp ini diperkuat oleh kajian yang dilakukan oleh Van Lohuizen de-Leuuw.
Dalam kajian tersebut menunjukkan bahwa Sieburg juga pernah mencatat keberadaan lokasi asli dari arca Unfinished Buddha berada di dalam stupa induk.
Berbagai perbedaan laporan dan opini inilah yang kemudian menyebabkan perdebatan sampai dengan saat ini tentang kebenaran letak arca Unfinished Buddha di dalam stupa induk Candi Borobudur.
Menengok jauh ke belakang, ternyata catatan keberadaan arca Unfinished Buddha dapat ditemukan dalam Serat Centhini.
Penulisan naskah Serat Centhini ini diinisiasi pada tahun 1820 oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Amangkurat III, sosok yang diangkat menjadi raja Kasunanan Surakarta Hadiningrat pada tahun 1830 dengan gelar Paku Buwana IV.
Dengan penjelasan dalam Serat Centhini yang dibandingkan dengan tulisan Raffles dan laporan Hartmann, maka dapat disimpulkan bahwa deskripsi dalam Serat Centhini merupakan gambaran kondisi Candi Borobudur pada sekitar tahun 1820-an.
Sehingga bukti yang ditemukan di dalam Serat Centhini menguatkan anggapan bahwa lokasi asli dari arca Unfinished Buddha berada di bagian atas Candi Borobudur.
Dalam tulisan Soekmono yang berjudul Serat Centini Ungkap Masalah Arca Buddha dalam Stupa Induk Candi Borobudur disebutkan adanya pendapat lain mengenai dari seorang peneliti dan arkeolog Belanda, WF Stutterheim.
Stutterheim meyakini bahwa arca yang belum selesai atau Unfinished Buddha itu adalah Bhatara Buddha.
Keyakinan itu diambil dengan menggali sumber dari kitab Jawa Kuno Sang Hyang Kamahayanikan, Stutterheim menyimpulkan bahwa seharusnya arca di Candi Borobudur berjumlah 505 buah.
Seperti diketahui, saat ini jumlah seluruh arca di Candi Borobudur adalah 504 buah, sehingga terdapat kekurangan satu buah arca.
Menurut Stutterheim, Bhatara Buddha sebagai bentuk pengejawantahan tertinggi, maha tunggal, dan tidak nampak belum terwakili oleh 504 arca yang ada.
Sehingga arca Unfinished Buddha yang tidak sempurna tersebut disimpulkan Stutterheim sebagai arca ke-505 yang menggambarkan Bhatara Buddha.
Sumber repositori.kemdikbud.go.id repositori.kemdikbud.go.id repositori.kemdikbud.go.id kebudayaan.kemdikbud.go.id kebudayaan.kemdikbud.go.id magelangkab.go.id