Misteri Perjumpaan Zarof Ricar dan Hakim Agung Soesilo
SUDAH lama tak terdengar lagi berita perkembangan dari Kejaksaan Agung soal kasus mafia peradilan dengan melibatkan bekas pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar.
Biasanya, kejaksaan dan wartawan getol mengungkap fakta baru kasus Zarof Ricar. Namun, belakangan sepi.
Ruang publik disesaki kontroversi ucapan Miftah Maulana Habiburrohman. Miftah kemudian mundur sebagai Utusan Khusus Presiden karena ucapannya yang dikecam warganet.
Kasus Zarof Ricar adalah momentum bagi Presiden Prabowo Subianto untuk membersihkan praktik mafia peradilan yang sudah menggurita di lembaga peradilan.
Praktik industrialisasi hukum, sebagaimana dikatakan Mahfud MD, sudah sangat memprihatinkan.
Jika tak segera dibenahi, maka sistem hukum negeri ini bisa tak lagi dipercaya. Dan, kondisi tersebut berbahaya. Ketika keadilan diperjualbelikan, bayangan pengadilan jalanan di depan mata. Jangan sampai terjadi.
Dalam sejarah pengungkapan mafia peradilan, temuan uang Rp 920 miliar dan emas 51 kilogram itu luar biasa. Tak terbayangkan memang di pusat kota Jakarta ditemukan uang tunai sebanyak itu.
Uang apa dan uang dari mana sampai sekarang tak pernah terjawab. Zarof memainkan jurus lupa. Lupa dari mana uang itu diperoleh. Lupa pula ke mana uang itu mengalir.
Penyidik Kejaksaan Agung masih belum mendapatkan keterangan yang jelas dari Zarof mengenai asal muasal uang Rp 920 miliar dan emas 51 kilogram yang ditemukan di rumahnya.
Padahal, Zarof sebelumnya telah mengatakan bahwa dia telah menerima uang Rp 5 miliar dari Lisa Rahmat, pengacara Ronald Tannur, untuk diberikan kepada tiga hakim PN Surabaya.
”Nah, pengurusan perkara itu yang mana? Dia bilang lupa, dia belum update,” terang Harli Siregar, Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung (Kompas, 16 November 2024).
Kasus Zarof Ricar terjadi di Jakarta. Di pusat kota. Masih di Indonesia. Saya meyakini komitmen Presiden Prabowo akan mengejar koruptor sampai ke Antartika bisa dialihkan para pembantunya untuk mengungkap kasus Zarof Ricar.
Insting wartawan saya mengatakan, akan ada temuan besar jika kasus itu mau dibongkar.
Keterkaitan Zarof Ricar dengan para pemain perkara dimulai dari Pengadilan Negeri Surabaya. Majelis hakim PN Surabaya membebaskan Gregorius Ronald Tannur yang dituntut 12 tahun penjara atas tuduhan membunuh kekasihnya, Dini Serra Afrianti.
Tiga hakim PN Surabaya kompak membebaskan Ronald Tanur. Putusan berani yang melawan amarah publik.
Jaksa kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Kasasi ditangani Hakim Agung Soesilo (Ketua), Ainal Mardiah, dan Sutardjo.
Berdasarkan pemeriksaan tim Mahkamah Agung, Zarof Ricar sempat bertemu Soesilo di Makassar, Sulawesi Selatan. Menurut tim pemeriksa MA, Zarof sempat membicarakan soal kasasi Ronald Tanur.
Pertemuan itu terjadi secara singkat dan insidental di lift pada acara pengukuhan guru besar di Universitas Negeri Makassar (UNM), Sulawesi Selatan, pada 27 September 2024.
Namun, kesimpulan MA, tidak ditemukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim dalam peristiwa tersebut.
Juru Bicara MA Yanto yang didampingi Kepala Biro Hukum dan Humas MA Sobandi di Jakarta, Senin (18/11/2024), menyebutkan, Hakim Agung Soesilo dan Zarof sama-sama tamu undangan dalam acara pengukuhan guru besar di UNM tersebut. (Kompas, 19 November 2024).
Dalam pertemuan mendadak itu, Zarof disebutkan sempat menyinggung masalah kasasi Ronald Tannur. Namun, hal itu tidak ditanggapi oleh Soesilo, yang juga ketua majelis hakim dalam perkara kasasi Ronald Tannur.
Yanto tidak merinci bagaimana percakapan saat Zarof menyinggung kasus kasasi Ronald Tannur kepada Hakim Agung Soesilo.
”Dan, tidak ada fakta pertemuan lain selain pertemuan di UNM tersebut,” tegas Yanto.
Tim pemeriksa MA kemudian memutuskan tak ada pelanggar etik di kalangan hakim agung, kendatipun Zarof pernah bertemu Soesilo. Tim pemeriksa MA kemudian buru-buru memutuskan menutup kasus tersebut. Case closed!
Majelis kasasi menghukum Ronald Tanur lima tahun penjara. Namun yang menarik bagi saya bukan putusan lima tahun penjara, tapi bagaimana peran dan posisi hakim ketua Soesilo yang bergelar SH dan Magister Hukum.
Membaca putusan kasasi No 1466K/Pid/2024, Ketua Majelis Hakim Soesilo ternyata mengambil posisi membebaskan Ronald Tanur.
ANTARA FOTO/HO-Penkum Kejati Jatim Tiga hakim PN Surabaya yang ditangkap Kejaksaan Agung RI, Erintuah Damanik (tengah), Mangapul (kiri), dan Heru Hanindyo tiba untuk ditahan di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Jawa Timur, Kamis (24/10/2024) dini hari. Tim gabungan Kejaksaan Agung RI menangkap tiga hakim PN Surabaya yang diduga melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dan/atau gratifikasi terkait penanganan perkara tindak pidana umum di PN Surabaya atas nama terdakwa Gregorius Ronald Tannur. ANTARA FOTO/HO-Penkum Kejati Jatim/sgd/tom.Namun sebagai ketua majelis, Soesilo mendapat perlawanan dari dua hakim anggota lainnya Ainal Mardiah dan Sutardjo.
Dua hakim agung itu menyatakan Ronald Tanur layak dihukum lima tahun penjara, berbeda dengan keinginan Ketua Majelis Hakim Soesilo.
Posisi Soesilo ini menarik karena selaku ketua majelis ia melakukan dissenting opinion. Pertimbangan berbeda dengan dua hakim kasasi lainnya.
Dalam bagian pertimbangannya ditulis demikian, “… Menimbang bahwa telah terjadi perbedaan pendapat dissenting opinion dalam musyawarah Majelis Hakim dan telah diusahakan dengan sungguh-sungguh, tetapi tidak tercapai mufakat, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 30 Ayat (3) UU Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, perbedaan pendapat dissenting opinion dari Hakim Agung pada Mahkamah Agung Soesilo, S.H., M.H."
Saya berbicara dengan seorang mantan hakim agung. Jika ada perdebatan keras di kalangan hakim, maka ketua majelis bisa menambahkan hakim kasasi lain untuk ikut mempertimbangkan kasus itu agar pertimbangannya lebih mantab. Namun, hal itu tak dilakukan.
“Ini ada tindakan unprofessional,” katanya.
Lalu, apa pertimbangan Soesilo ngotot membebaskan Ronald Tanur? Dari putusan itu bisa dilihat seberapa kuat pertimbangan dissenting opinion Soesilo.
Ada beberapa pertimbangan Soesilo sebagaimana tercantum dalam putusan
Pertama, alasan kasasi penuntut umum pada pokoknya menyatakan judex facti tidak menerapkan hukum atau menerapkan peraturan hukum tidak sebagaimana mestinya dan atau cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang.
Menurut Soesilo, alasan kasasi penuntut umum tidak dapat dibenarkan karena putusan judex facti tidak salah dalam menerapkan hukum dan telah mengadili Terdakwa dalam perkara a quo sesuai hukum acara pidana yang berlaku serta tidak melampaui kewenangannya.
Bahwa putusan judex facti telah mempertimbangkan dengan tepat dan benar sesuai fakta hukum yang relevan secara yuridis sebagaimana terungkap dalam persidangan berdasarkan alat bukti yang sah sesuai ketentuan Undang-undang.
Kedua, Soesilo mengakui berdasarkan fakta persidangan Dini Sera Afrianti meninggal dunia dengan sebab kematian, yaitu luka robek majemuk pada organ hati akibat kekerasan tumpul sehingga terjadi pendarahan, yang didasarkan pada hasil pemeriksaan dalam dan luar, serta pemeriksaan tambahan, yaitu ditemukan alkohol pada lambung dan darah, pelebaran pembuluh darah pada otak besar, hati, ginjal kanan dan kiri, perdarahan pada tempat pertukaran udara paru kanan bawah dan paru kiri atas.
Meskipun terdapat visum et repertum yang menjelaskan kematian Dini Sera Afrianti, tapi hasil visum et repertum tersebut tidak serta merta menyatakan Terdakwa sebagai pelaku perbuatan terhadap Dini Sera Afrianti, apalagi sampai adanya dugaan Terdakwa melindas tubuh Dini. Namun, tidak ada bukti yang dapat membuktikan dugaan tersebut.
Soesilo juga menyebutkan kontruksi fakta yang dibangun dalam surat dakwaanpenuntut umum dihubungkan dengan alat bukti, maka muncul konklusi ataupun kesimpulan bahwa Terdakwa tidak mempunyai mens rea untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan penuntut umum sehingga putusan judex facti yang membebaskan Terdakwa daridakwaan penuntut umum sudah tepat.
Belakangan terungkap, tiga majelis hakim PN Surabaya yang mengadili Ronald Tanur ditangkap dan dijadikan tersangka oleh Kejaksaan karena menerima suap atas putusan tersebut.
Dalam kasasi, pertimbangan hakim PN Surabaya semuanya dibenarkan oleh ketua majelis kasasi Soesilo untuk membebaskan Edward Tanur.
Itulah misteri. Belum ada penjelasan apakah ada kaitan antara pertemuan Zarof Ricar dengan Soesilo di Makassar ikut memengaruhi pertimbangan Soesilo untuk membebaskan Ronald Tanur?
Ruang gelap musyawarah dan batin-batin para hakim akan jadi penentu. Sayang, MA terlalu cepat menutup kasus tersebut.
Publik menunggu penyelidikan Kejaksaan Agung untuk membuka kotak pandora Zarof Ricar. Kotak pandora Zarof Ricar adalah peluang bagi Presiden Prabowo Subianto untuk membukanya.
Tidak harus jauh-jauh ke Antartika, tapi cukup di Jakarta. Di Pusat kota. Niscaya jika ada keseriusan, maka akan ada temuan besar dan Presiden Prabowo akan berjasa membenahi lembaga peradilan.