MK: Aturan Outsourcing Harus Diatur Dalam UU, Jenis Pekerjaan Diatur Menteri

MK: Aturan Outsourcing Harus Diatur Dalam UU, Jenis Pekerjaan Diatur Menteri

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan, aturan terkait pekerjaan alih daya atau outsourcing harus diatur dalam Undang-Undangan (UU) untuk memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja alih daya.

Hal itu disampaikan oleh Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dalam pertimbangan putusan uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja terkait klaster alih daya yang diajukan oleh Partai Buruh dkk.

"Menurut Mahkamah, perlu ada kejelasan dalam Undang-Undang yang menyatakan bahwa Menteri menetapkan jenis pekerjaan yang dapat dialihdayakan dalam perjanjian alih daya," kata Daniel dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (31/10/2024).'

MK berpandangan, dengan adanya aturan dalam Undang-Undang, para pihak yang terkait dengan perjanjian alih daya memiliki standar yang jelas tentang jenis pekerjaan yang dapat dialihdayakan.

Melalui aturan di UU, pekerja alih daya juga hanya akan bekerja pada pekerjaan alih daya sesuai dengan yang telah diperjanjikan dalam perjanjian tertulis alih daya.

"Kejelasan ini akan memberikan perlindungan hukum yang adil kepada pekerja/buruh mengenai status kerja dan hak-hak dasarnya, seperti upah, jaminan sosial, dan kondisi kerja yang layak karena sudah ditetapkan jenis pekerjaan alih dayanya dalam perjanjian kerja," kata Daniel.

Dalam pertimbangan ini, Menteri terkait pekerjaan turut diminta memperjelas aturan yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam praktik alih daya pada peraturan undang-undang.

MK menilai Pasal 64 dalam Pasal 81 angka 18 UU Nomor 6 Tahun 2023 yang mengubah Pasal 64 pada UU Nomor 13 Tahun 2003 tidak secara jelas mengatur mengenai penyerahan sebagian pekerjaan alih daya.

Sementara, dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021 yang menjadi aturan turunan UU ini juga tidak mengatur ketentuan alih daya tersebut.

"Dengan adanya ketentuan mengenai jenis pekerjaan alih daya yang harus ditetapkan oleh Menteri dalam undang-undang ke depan, maka akan membuat lebih jelas tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam praktik alih daya," kata Deniel.

"Hal demikian dapat mencegah adanya kesalahan dalam mengalihkan pekerjaan, yang dapat menyebabkan persoalan hukum karena ada batasan yang tegas pada pekerjaan yang dapat dialihdayakan dan juga pengaturan tersebut dapat membantu mengurangi kemungkinan konflik antara perusahaan dan pekerja/buruh," imbuhnya.

Sumber