MK Beri KPK Wewenang Usut Korupsi TNI, Imparsial: Ini Oase Reformasi Peradilan Militer
JAKARTA, KOMPAS.com - Imparsial menegaskan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 87/PUU-XXI/2024 yang memberi kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan korupsi di tubuh TNI merupakan kabar segar.
Direktur Imparsial, Ardi Manto Adiputra, menyebutnya sebagai oase reformasi peradilan militer, sebuah pekerjaan rumah yang dianggap stagnan sejak Reformasi.
"Ini lah yang dimandatkan sejatinya oleh UU KPK kepada institusi KPK untuk dapat memimpin pemberantasan korupsi di Indonesia, tidak peduli latar belakang atau lingkungan terjadinya di mana, siapa, itu harus dilakukan oleh KPK," ujar Ardi dalam diskusi di bilangan Jakarta Selatan, Selasa (10/12/2024).
“Adanya Putusan MK 87/PUU-XXI/2023 yang menegaskan kewenangan KPK untuk menangani perkara anggota TNI yang terlibat dalam kasus korupsi merupakan oase di tengah mandeknya reformasi peradilan militer,” kata dia.
Tanpa putusan MK semacam ini, Imparsial menilai, penanganan tindak pidana korupsi yang selama ini ditangani sendiri oleh institusi TNI minim transparansi dan kurang akuntabel.
Ia mendorong agar putusan MK ini segera ditaati dan ditindaklanjuti, terlebih reformasi peradilan militer dianggap sebagai salah satu bagian pokok reformasi TNI.
“Sejumlah agenda tersisa, seperti restrukturisasi komando teritorial, penyelesaian kasus pelanggaran HAM, dan reformasi peradilan militer sudah seharusnya menjadi prioritas,” kata Ardi.
Sebelumnya, putusan MK yang terbit 29 November lalu ini mengabulkan gugatan advokat bernama Gugum Ridho Putra.
Ketua MK Suhartoyo menyatakan Pasal 42 UU KPK inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai bahwa KPK berwenang mengoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum sepanjang perkara dimaksud proses penegakan hukumnya ditangani sejak awal atau dimulai/ditemukan oleh KPK.