MK Hapus Presidential Threshold 20%, Anwar Usman dan Daniel Beda Pendapat
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan terkait penghapusan ambang batas atau presidential threshold minimal 20 persen kursi DPR atau memperoleh 25 persen suara sah nasional di pemilu sebelumnya sebagai syarat pencalonan presiden dan wakil presiden. Dalam putusan tersebut, terdapat dissenting opinion atau pendapat berbeda dari dua hakim konstitusi.
Putusan tersebut dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo terkait perkara 62/PUU-XXI/2023 di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025). Dua hakim yang berbeda pendapat itu ialah Anwar Usman dan Daniel Yusmic P Foekh.
"Bahwa sehubungan dengan putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara a quo yang baru saja selesai diucapkan, Mahkamah memberikan kedudukan hukum kepada para Pemohon hingga kemudian mempertimbangkan pokok perkara dengan mengabulkan untuk seluruhnya," kata Suhartoyo.
"Terhadap hal tersebut, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh dan Hakim Konstitusi Anwar Usman memiliki pendapat hukum berbeda (dissenting opinion) dari mayoritas hakim konstitusi, khususnya mengenai kedudukan hukum para Pemohon," sambungnya.
Anwar Usman dan Daniel menilai pengujian Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 telah dimohonkan sebanyak 33 kali. Menurutnya, MK telah menegaskan pihak yang memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan pengujian ialah partai politik peserta pemilu, dan warga negara yang memiliki hak untuk dipilih dan didukung oleh partai politik peserta pemilu untuk mencalonkan diri sebagai presiden dan wakil presiden.
Anwar Usman dan Daniel berpandangan, untuk menentukan pemohon memiliki kedudukan hukum atau tidak, pemohon harus menjelaskan kualifikasi dan kerugian konstitusional yang dialami oleh berlakunya suatu undang-undang.
Menurut dia, pembatasan pihak yang dapat memohonkan pengujian norma Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 bukan berarti norma a quo ‘kebal’ (immune) untuk diuji, melainkan lantaran tidak ada kerugian konstitusional pemohon.
"Bahwa berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum di atas, kami berpendapat bahwa Mahkamah seharusnya menyatakan para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum dan oleh karenanya permohonan para Pemohon tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard)," tuturnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ambang batas atau presidential threshold minimal 20 persen kursi DPR atau memperoleh 25 persen suara sah nasional di pemilu sebelumnya sebagai syarat pencalonan Presiden dan Wakil Presiden. MK menyatakan semua partai politik peserta pemilu memiliki kesempatan untuk mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden.
"Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Ketua MK Suhartoyo.