MK Hapus Presidential Threshold, Politikus PKB: Itu Bikin Rumit
JAKARTA, KOMPAS.com - Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Kadir Karding menilai penghapusan presidential threshold (PT) akan memperumit proses pemilihan presiden (Pilpres) mendatang.
"Ya, aslinya itu bikin rumit deh. Karena kan, begini loh ya, demokrasi itu perlu kita jaga. Tapi, jangan demokrasi itu nanti bikin rumit, kalau menurut saya begitu," ungkap Karding, saat ditemui di kantor BP2MI, Pancoran, Jakarta Selatan, pada Senin (6/1/2025).
Karding menilai, kerumitan ini tidak hanya terkait dengan banyaknya pilihan yang tersedia bagi masyarakat, tetapi juga dengan bertambahnya proses administrasi setelah keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memungkinkan semua orang untuk maju dalam Pilpres.
“Semua orang boleh nyalon, rumit itu. Bukan hanya pilihan, ngaturnya, semua orang boleh nyalon. Nah, sudah ada usulan independen. Dan, selainnya itu nanti pekerjaan besar dan biayanya besar,” imbuh dia.
Meskipun demikian, Karding mengaku menghargai keputusan MK yang bersifat final dan mengikat.
"Tapi, karena ini keputusan MK kita tidak bisa apa-apa," kata dia.
Ketika ditanya mengenai kesiapan PKB menghadapi pemilu pasca dihapusnya presidential threshold, Karding enggan memberikan komentar.
“Saya enggak berani bicara atas nama PKB. Saya jadi menteri bukan karena PKB, oke ya,” ucap pria yang menjabat sebagai Menteri Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) itu.
Sebelumnya diberitakan, MK telah mengabulkan gugatan terkait ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan calon wakil presiden dalam sidang perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 yang digelar pada Kamis (2/1/2025).
Dalam putusan tersebut, MK menyatakan bahwa semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.
"Semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden," ujar Hakim MK Saldi Isra, dalam pembacaan putusan di ruang sidang MK, Jakarta, Kamis.
Ia juga menambahkan bahwa Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 yang mengatur ambang batas pencalonan bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, serta melanggar moralitas.