MK Hapus Presidential Threshold, Tonggak Baru dalam Demokrasi Indonesia
JAKARTA, KOMPAS.com - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyebut bahwa penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) oleh Mahkamah Konstitusi (MK) adalah tonggak baru dalam demokrasi Indonesia.
Sebab, setiap partai politik memiliki hak setara untuk mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
"Penghapusan presidential threshold adalah tonggak baru dalam demokrasi Indonesia," kata Manajer Program Perludem Fadli Ramadhanil dalam keterangannya, Kamis (2/1/2024).
"Langkah ini diharapkan tidak hanya memperkuat prinsip kesetaraan, tetapi juga membuka ruang kompetisi politik yang lebih adil dan inklusif, menghindarkan masyarakat dari polarisasi, dan memperluas alternatif pilihan bagi rakyat Indonesia,” ujarnya lagi.
Kemudian, dia menilai bahwa putusan MK tersebut bisa diimplementasikan melalui revisi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (Pemilu) yang sudah masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) tahun 2025 di DPR RI.
"Pemerintah, DPR, KPU (Komisi Pemilihan Umum), dan seluruh pemangku kepentingan harus memastikan bahwa perubahan aturan ini dapat diintegrasikan ke dalam sistem pemilu yang diakomodasi melalui revisi undang-undang pemilu,” katanya.
Lebih lanjut, Perludem mengaku optimis bahwa putusan MK menghapus presidential threshold adalah jalan bagi terciptanya demokrasi yang lebih sehat, kompetitif, dan inklusif di Indonesia.
Atas dasar itu, Perludem mengajak seluruh masyarakat untuk mendukung implementasi putusan ini, serta mendorong pemerintah dan partai politik untuk berkomitmen menciptakan sistem politik yang menjunjung tinggi hak memilih dan dipilih sebagai wujud kedaulatan rakyat.
"Putusan ini bukan hanya sebuah akhir, melainkan awal dari perjuangan panjang menuju demokrasi yang lebih baik bagi bangsa Indonesia,” ujar Fadli.
Sebagaimana diberitakan, MK menghapus ketentuan mengenai presidential threshold melalui putusan perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 soal uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu.
Diketahui, aturan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik terakhir adalah paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional. Sebagaimana diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017.
"Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang di gedung MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025).
Pasal 222 UU Pemilu berbunyi, "Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu Anggota DPR periode sebelumnya”.
Keputusan MK tersebut termasuk hal baru. Pasalnya, sudah lebih dari 30 kali MK menyidangkan uji materi mengenai UU Pemilu terkait presidential threshold. Sejauh itu, Mahkamah menyatakan bahwa ambang batas tersebut adalah open legal policy atau kewenangan dari pembuat undang-undang.