MK Larang Foto AI Dipakai Kampanye, Definisi Rekayasa Berlebihan Perlu Diatur

MK Larang Foto AI Dipakai Kampanye, Definisi Rekayasa Berlebihan Perlu Diatur

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Annisa Kirana Alfath menilai, pemerintah perlu menyusun aturan turunan secara jelas usai Mahkamah Konstitusi (MK) melarang penggunaan foto kecerdasan buatan (artificial intelligence) untuk kampanye.

Salah satu turunan yang perlu disusun secara adalah definisi "rekayasa berlebihan". Misalnya, apakah batasan tersebut mencakup teknologi seperti deepfake yang sepenuhnya mengubah tampilan visual, atau juga termasuk pengeditan ringan seperti manipulasi kosmetik yang masih dianggap minor.

Bisa pula melibatkan foto, suara, atau kombinasi keduanya yang telah diubah dengan teknologi digital atau AI, sehingga menghilangkan keaslian dari peserta pemilu.

"Oleh karena itu, dalam penyusunan aturan turunan, perlu dirumuskan secara jelas definisi "rekayasa berlebihan"," kata Annisa kepada Kompas.com, Selasa (7/1/2025).

Ia berpendapat, batasan rekayasa berlebihan ini diperlukan agar tidak terjadi manipulasi teknologi yang dapat memberikan dampak negatif, termasuk penyampaian citra diri yang menyesatkan.

Pasalnya, manipulasi semacam ini, lanjut Annisa, berpotensi mengubah persepsi publik secara tidak adil.

Selain itu, kandidat bisa saja memperoleh keuntungan yang tidak wajar dengan memanfaatkan manipulasi teknologi, berupa peningkatan popularitas, rasa suka, kualitas persepsi, hingga loyalitas pemilih.

"Dampaknya, informasi yang dihasilkan oleh rekayasa semacam itu dapat merusak kemampuan pemilih untuk membuat keputusan yang berkualitas, sehingga tidak hanya merugikan pemilih secara individu, tetapi juga merusak kualitas demokrasi secara keseluruhan," tutur Annisa.

Di sisi lain, menurut Annisa, penggunaan AI yang tidak tergolong berlebihan tetap harus diawasi.

Dia bilang, penting untuk mencantumkan keterangan yang menyatakan hasil konten merupakan "AI-generated", bila konten dibuat dengan bantuan AI, untuk menjaga transparansi informasi.

Ia beranggapan, langkah ini penting agar dapat memastikan bahwa demokrasi tetap berjalan secara adil dan proses pemilu menghasilkan pemimpin yang benar-benar dipercaya oleh masyarakat, tanpa dipengaruhi oleh manipulasi visual atau teknologi yang menyesatkan.

Terlebih, putusan MK bertujuan untuk menjaga integritas dan keaslian citra diri peserta pemilu, serta mencegah penyalahgunaan teknologi yang dapat merugikan demokrasi.

"Dengan demikian, pengaturan ini tidak hanya menjaga hak pemilih untuk mendapatkan informasi yang akurat, tetapi juga melindungi keadilan dan kredibilitas proses pemilu," jelasnya.

Sebelumnya diberitakan, Mahkamah Konstitusi (MK) telah secara resmi melarang penggunaan foto atau gambar kandidat peserta pemilu yang menggunakan teknologi artificial intelligence (AI).

Larangan ini ditetapkan setelah MK menyatakan bahwa Pasal 1 angka 35 dan Pasal 274 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945.

Putusan ini tercantum dalam nomor 166/PUU-XXI/2023, yang dibacakan oleh Ketua MK, Suhartoyo, pada Kamis (2/1/2025).

Dalam pertimbangan putusan, hakim konstitusi Arief Hidayat mengatakan, manipulasi foto yang berlebihan bertentangan dengan asas pemilu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

MK menilai, pengertian dari frasa "citra diri" yang tidak memberikan batasan tegas sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 35 UU 7/2017, seharusnya memberikan pengertian yang jelas karena akan digunakan sebagai rujukan dari ketentuan norma lainnya dalam UU Nomor 7 Tahun 2017.

"Hal tersebut dikarenakan berpotensi menimbulkan multitafsir atau ketidakjelasan dan berpeluang pula munculnya praktik-praktik yang dilakukan bagi peserta pemilu untuk menampilkan tentang jati dirinya yang mengandung rekayasa/manipulasi foto/gambar yang merupakan I bagian dari citra diri serta dapat memengaruhi calon pemilih yang tidak sesuai dengan pilihan berdasarkan hati nuraninya," tandasnya.

Sumber