MK Minta Peserta Pemilu Tak Pakai Foto dengan AI Berlebihan
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan terkait uji materi UU Pemilu. MK meminta peserta pemilu tidak menggunakan artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan secara berlebihan, sehingga tidak menampilkan citra diri sebenarnya.
"Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan perkara 166/PUU-XXI/2023, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).
"Menyatakan frasa ‘citra diri’ yang berkaitan dengan foto/gambar dalam Pasal 1 angka 35 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai foto/gambar tentang dirinya yang original dan terbaru serta tanpa direkayasa/dimanipulasi secara berlebihan dengan bantuan teknologi kecerdasan artifisial (artificial intelligence)," sambungnya.
Dalam gugatannya, Pemohon menilai kecanggihan teknologi yang diterapkan dalam materi kampanye perlu dibatasi dan diberikan aturan yang ketat. Hal itu lantaran berisiko memutar balikkan fakta citra diri kandidat yang sebenarnya.
Selain itu, Pemohon mendalilkan penggunaan citra diri yang tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya berisiko ‘menipu’ pemilih tentang citra diri peserta pemilu. Sebab, kesan yang ditampilkan dalam citra diri dengan menggunakan AI tidak sama dengan keadaan yang sebenarnya.
Dalam pertimbangannya, MK menyampaikan citra diri peserta pemilu merupakan bagian penting untuk masyarakat menentukan pilihannya. MK menyatakan gambar atau foto peserta pemilu yang asli termasuk ke dalam citra diri.
"Dalam perspektif penyelenggaraan pemilu yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan Pasal 22E (1) UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan ‘Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali’, konsistensi menampilkan foto/gambar peserta pemilu sesuai dengan keadaan riil/senyatanya adalah juga merupakan bentuk manifestasi atau pengejawantahan dari prinsip jujur yang merupakan salah satu asas pemilu," kata hakim konstitusi Arief Hidayat.
Arief mengatakan frasa ‘citra diri’ dalam pasal 1 angka 35 UU nomor 7 tahun 2017 tidak memberikan batasan tegas. Arief menyampaikan seharusnya, pasal tersebut sebagai memberikan pengertian yang jelas lantaran akan menjadi rujukan dari ketentuan pasal lain di UU Pemilu.
"Hal tersebut dikarenakan berpotensi menimbulkan multitafsir atau ketidakjelasan dan berpeluang pula munculnya praktik-praktik yang dilakukan bagi peserta pemilu untuk menampilkan tentang jati dirinya yang mengandung rekayasa/manipulasi foto/gambar yang merupakan I bagian dari citra diri serta dapat memengaruhi calon pemilih yang tidak sesuai dengan pilihan berdasarkan hati nuraninya," jelasnya.
Lebih lanjut, MK menilai penggunaan AI berlebihan dalam foto atau gambar peserta pemilu secara berlebihan akan menimbulkan ketidakpastian hukum. Selain itu, tidak sejalan dengan asas pemilu.
"Artinya, rekayasa/manipulasi yang berlebihan dapat menyebabkan ekuitas merek kandidat dengan menaikkan pengetahuan, rasa suka, kualitas dan loyalitas pemilih terhadap kandidat," ujar Wakil Ketua MK Saldi Isra.
"Informasi yang tidak benar dapat merusak kemampuan pemilih untuk mengambil keputusan secara berkualitas, sehingga hasil citra diri yang direkayasa/dimanipulasi secara berlebihan tidak hanya merugikan pemilih secara individual namun juga merusak kualitas demokrasi," sambungnya.
Simak Video MK Terima 314 Permohonan Sengketa Hasil Pilkada, Mulai Sidang Pekan Depan
[Gambas Video 20detik]