Mobil dan Tas Belum Laku Dilelang, KPK: Masyarakat Tak Minat Beli Barang Luxury

Mobil dan Tas Belum Laku Dilelang, KPK: Masyarakat Tak Minat Beli Barang Luxury

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengungkapkan bahwa sejumlah mobil mewah dan tas bermerek (branded) tidak terjual dalam lelang yang diadakan pada Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2024.

Menurut Ghufron, rendahnya minat masyarakat terhadap barang-barang mewah (luxury) menjadi penyebab utama kegagalan penjualan tersebut.

"Barang-barang mewah seperti mobil dan tas ada beberapa yang memang tidak laku. Sekali lagi, biasanya itu berkaitan dengan daya beli masyarakat yang memang terhadap hal-hal yang luxury, yang mewah itu agak tidak berminat," kata Ghufron di Gedung Merah Putih, Jakarta, Selasa (10/12/2024).

Lebih lanjut, Ghufron menambahkan bahwa masyarakat cenderung lebih memilih untuk membeli barang-barang yang lebih terjangkau, seperti emas dan mobil yang banyak dijual di pasaran, seperti Avanza.

"Itu yang laku dalam pelelangan tadi pagi yang sudah ditutup," ujarnya.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak melaporkan bahwa KPK berhasil menjual 77 barang rampasan dari kasus korupsi dengan total nilai mencapai Rp 17 miliar.

"Nilai pemulihan mencapai Rp 17 miliar rupiah," kata Tanak.

Direktur Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti, dan Eksekusi (Labuksi) KPK, Mungki Hadipratikto, menjelaskan bahwa barang rampasan negara merupakan barang milik negara yang berasal dari barang bukti yang telah ditetapkan untuk dirampas berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkrah).

Mungki menekankan pentingnya penetapan harga limit atau harga dasar lelang sebelum barang rampasan dijual.

Sebagai harga acuan, perlu adanya taksiran atau penilaian yang wajar dari penaksir atau tim penilai yang kompeten, dalam hal ini Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan.

Ia juga menambahkan bahwa optimalisasi pengelolaan barang rampasan memiliki peran strategis dalam upaya pemulihan aset tindak pidana korupsi.

"Penatausahaan ini dilakukan agar ketika aset diputuskan kembali untuk negara, nilai aset tidak mengalami penurunan sedikit pun, sehingga potensi penerimaan yang diperoleh negara dapat bermanfaat sebagai nilai tambah aset," kata Mungki.

Mungki menegaskan perlunya upaya bersama dan sinergi dalam pengelolaan barang rampasan untuk memberikan manfaat maksimal bagi pengembalian keuangan negara.

Ia mengatakan, terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan pada pengelolaan barang rampasan.

Di antaranya, dengan menjaga nilai barang rampasan negara untuk meminimalisir kerusakan dan kehilangan aset, menghemat biaya penggunaan apabila aset telah ditetapkan penggunaannya untuk mendukung tugas dan fungsi (cost saving), serta transparansi pengelolaan barang rampasan negara kepada masyarakat.

"Masing-masing pihak terkait berupaya berkolaborasi, dengan menjalankan fungsinya dengan sebaik-baiknya terkait pengelolaan barang rampasan," tutupnya.

Sumber