Mundurnya Poltracking dari Persepi Usai Disanksi atas Hasil Survei Pilkada Jakarta yang Berbeda...
JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga survei Poltracking Indonesia mengumumkan mundur dari keanggotaan Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) pada Selasa (5/11/2024).
Keputusan ini diambil setelah Dewan Etik Persepi memberikan sanksi terhadap Poltracking Indonesia buntut perbedaan hasil survei elektabilitas tiga pasangan calon (paslon) dalam Pilkada Jakarta 2024, antara Poltracking Indonesia dan Lembaga Survei Indonesia (LSI).
“Betapa naifnya, kalau Poltracking harus mempertaruhkan rekam jejak dan reputasinya selama 12 tahun hanya gara-gara satu survei Pilkada Jakarta,” ujar Direktur Poltracking Indonesia Masduri Amrawi dalam keterangannya, Selasa (5/11/2024).
Meski begitu, Masduri menggarisbawahi, Poltracking Indonesia mundur dari keanggotaan Persepi bukan karena melanggar etik.
“Tapi karena merasa sejak awal ada anggota dewan etik Persepi yang tendensius pada Poltracking Indonesia,” kata dia.
Menurut Masduri, Poltracking Indonesia pada 2014 diajak bergabung ke Persepi karena pertaruhan integritas.
“Pada 2024 Poltracking keluar dari Persepi juga karena pertaruhan integritas,” tegas Masduri.
“Telah 10 tahun Poltracking bergabung bersama Persepi. Sejauh ini kami cukup bersabar dengan dinamika internal organisasi,” lanjut dia.
Awal mula permasalahan terjadi ketika LSI dan Poltracking merilis hasil survei elektabilitas paslon pada Pilkada Jakarta 2024 dalam kurun waktu berdekatan, tetapi dengan hasil yang berbeda signifikan.
Hasil survei LSI yang dirilis Rabu (23/10/2024) memperlihatkan paslon nomor urut 3, Pramono Anung-Rano Karno, unggul pada Pilkada Jakarta 2024 dengan elektabilitas sebesar 41,6 persen.
Sementara, paslon nomor urut 1, Ridwan Kamil-Suswono, mencatatkan tingkat keterpilihan sebesar 37,4 persen.
Sedangkan perolehan elektabilitas paslon nomor urut 2, Dharma Pongrekun-Kun Wardana, cenderung stagnan, sebesar 6,6 persen.
Survei yang digelar LSI berlangsung pada 10-17 Oktober 2024 dan melibatkan 1.200 responden warga Jakarta yang berusia minimal 17 tahun atau sudah menikah.
Sehari berselang, Kamis (24/10/2024), Poltracking Indonesia merilis survei yang menunjukkan Pilkada Jakarta 2024 berpotensi digelar satu putaran yang dimenangkan Ridwan Kamil-Suswono.
Dalam hasil survei itu, elektabilitas Ridwan Kamil-Suswono unggul dibandingkan dua paslon lain, mencapai 51,6 persen.
"Kalau kita ambil dari data ini, dari sisi elektabilitas, ada potensi Pilkada di Jakarta berlangsung dalam satu putaran meskipun angkanya masih relatif 51,6 persen," ucap Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia, Hanta Yuda, dalam rilis survei daring, Kamis (24/10/2024).
Dalam survei yang sama, elektabilitas Pramono Anung-Rano Karno, mengekor sebesar 36,4 persen. Angka ini terpaut 15,2 persen dari elektabilitas Ridwan Kamil-Suswono.
Sementara, elektabilitas Dharma Pongrekun-Kun Wardana sebesar 3,9 persen.
Adapun survei Poltracking digelar pada 10-16 Oktober 2024 dengan melibatkan 2.000 responden.
Perbedaan hasil survei antara LSI dan Poltracking membuat Persepi memanggil dan memeriksa kedua lembaga survei tersebut.
Dewan Etik Persepi menjatuhkan sanksi kepada Poltracking Indonesia usai melakukan pemeriksaan secara tatap muka dan dari jawaban tertulis kepada Poltracking Indonesia dan LSI.
"Dewan Etik memberikan sanksi kepada Poltracking Indonesia untuk ke depan tidak diperbolehkan mempublikasikan hasil survei tanpa terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dan pemeriksaan data oleh Dewan Etik. Kecuali bila Poltracking Indonesia tidak lagi menjadi anggota Persepi," demikian bunyi keputusan Dewan Etik Persepi, Senin (4/11/2024).
Dari hasil pemeriksaan Dewan Etik Persepi yang diketuai oleh Prof. Asep Saefuddin bersama dua anggotanya, Prof. Hamdi Muluk dan Prof. Saiful Mujani, ditemukan bahwa LSI dalam surveinya yang digelar pada 10-17 Oktober 2024 telah melakukan survei sesuai dengan SOP survei opini publik.
Namun, Dewan Etik tak bisa menilai apakah pelaksanaan survei Pilkada Jakarta yang dilakukan Poltracking Indonesia pada 10-16 Oktober 2024 dilaksanakan sesuai dengan SOP survei opini publik atau tidak.
"Dewan Etik tidak bisa memverifikasi kesahihan implementasi metodologi survei opini public Poltracking Indonesia karena adanya perbedaan dari dua dataset (raw data) yang telah dikirimkan," bunyi keputusan Dewan Etik poin 3.
Dalam pemeriksaan pertama tanggal 29 Oktober 2024, Poltracking Indonesia tidak dapat menunjukkan data asli 2.000 sampel seperti yang disampaikan dalam laporan survei yang telah dirilis ke publik untuk bisa diaudit kebenarannya oleh Dewan Etik.
Poltracking menyampaikan bahwa data asli sudah dihapus dari server karena keterbatasan penyimpanan data (storage) yang disewa dari vendor.
Dalam penyampaian keterangan tertulis pada 31 Oktober 2024, Poltracking Indonesia juga tidak melampirkan raw data asli 2.000 sample seperti yang dimintakan dalam dalam pemeriksaan pertama.
"Dalam pemeriksaan kedua tanggal 2 November 2024, Dewan Etik kembali menanyakan tentang dataset asli yang digunakan dalam rilis survei, namun Poltracking Indonesia juga belum bisa menjelaskan dan menunjukkan data asli raw data 2.000 sample karena beralasan data tersebut telah dihapus dari server," demikian bunyi poin c.
Pada tanggal 3 November 2024 sekira pukul 10.50 WIB, Dewan Etik menerima raw data yang menurut Poltracking Indonesia telah berhasil dipulihkan dari server dengan bantuan tim IT dan mitra vendor.
Kemudian, Dewan Etik membandingkan kedua data tersebut dan ditemukan banyaknya perbedaan antara data awal yang diterima sebelum pemeriksaan dan data terakhir yang diterima pada 3 November 2024.
"Adanya dua dataset yang berbeda membuat Dewan Etik tidak memiliki cukup bukti untuk memutuskan apakah pelaksanaan survei Poltracking Indonesia telah memenuhi SOP survei atau belum," bunyi poin f.
Dalam pemeriksaan, Poltracking Indonesia juga tidak berhasil menjelaskan ketidaksesuaian antara jumlah sampel valid sebesar 1.652 data sampel yang ditunjukkan saat pemeriksaan dengan 2.000 data sampel seperti yang telah dirilis ke publik.
Tidak adanya penjelasan yang memadai membuat Dewan Etik tidak bisa menilai kesahihan data.
Poltracking Indonesia menilai Dewan Etik Persepi tidak bersikap adil dalam menjelaskan perbedaan hasil survei elektabilitas paslon Pilkada Jakarta antara LSI dan Poltracking.
“Persepi hanya menjelaskan pemeriksaan metode dan implementasi dari LSI dapat dianalisa dengan baik. Tapi tidak dijelaskan bagaimana dan kenapa metode dan implementasinya dapat dianalisis dengan baik,” kata Masduri, Selasa.
Masduri mengungkapkan, dalam pertemuan dengan Dewan Etik Persepi, terungkap bahwa LSI melakukan penggantian sekitar 60 primary sampling unit (PSU) atau 50 persen dari total PSU survei mereka di Pilkada Jakarta.
“Kami berpandangan ini penting juga disampaikan kepada publik, karena penggantian PSU memiliki konsekuensi terhadap kualitas data,” tegas Masduri.
Masduri menjelaskan, Poltracking Indonesia telah menyerahkan 2.000 data hasil survei Pilkada Jakarta kepada Persepi.
Dewan Etik Persepi kemudian meminta raw data dari dashboard, yang juga telah diserahkan Poltracking pada Minggu (3/11/2024).
“Dewan etik merasa tidak bisa memverifikasi data Poltracking, padahal jelas, kami sudah menyerahkan seluruh data yang diminta dan memberikan penjelasan secara detail,” ujar Masduri.
“Raw data sudah dikirimkan. Hanya dewan etik meminta raw data dari dashboard supaya dapat dibandingkan dengan data yang sudah dikirimkan sejak awal. Itu sudah kami serahkan semua,” tambahnya.
Poltracking menyatakan bahwa mereka hanya diminta untuk mengirimkan keterangan tambahan bila diperlukan dan telah memenuhinya pada 31 Oktober 2024.
“Tidak ada permintaan secara spesifik mengenai lampiran raw data dari dashboard,” ungkap Masduri.
Masduri menekankan, survei Poltracking sepenuhnya menggunakan aplikasi digital, berbeda dengan metode manual kuesioner kertas yang digunakan LSI.
“Hasil elektabilitas tiga paslon Pilkada Jakarta Poltracking Indonesia tidak bisa disamakan dengan LSI yang membandingkan kuesioner cetak dan raw data,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa pihaknya tidak memahami perbedaan antara data awal dan data akhir yang disebut oleh dewan etik Persepi.
“Kami memenuhi apa yang diminta dewan etik mengenai raw data dari dashboard. Tidak ada perbedaan antara dua data tersebut,” kata Masduri.
Masduri juga menekankan bahwa Poltracking telah mematuhi semua SOP survei untuk menjaga kualitas data.
“Hal tersebut sudah kami paparkan dan jelaskan kepada dewan etik,” pungkasnya.
(Penulis Baharudin Al Farisi | Editor Ambaranie Nadia Kemala Movanita, Irfan Maullana)