MYRX Milik Benny Tjokro Delisting, Triliunan Dana Investor Ritel Mengendap

MYRX Milik Benny Tjokro Delisting, Triliunan Dana Investor Ritel Mengendap

Bisnis.com, JAKARTA — PT Bursa Efek Indonesia (BEI) memastikan rencana penghapusan pencatatan efek atau delisting emiten milik terpidana kasus Jiwasraya-ASABRI, Benny Tjokro, yakni PT Hanson International Tbk. (MYRX). 

MYRX merupakan salah satu emiten yang akan dihapus pencatatannya oleh BEI. Langkah tersebut akan efektif pada 21 Juli 2025, setelah melalui masa pelaksanaan buyback yang dijadwalkan berlangsung selama 20 Januari–18 Juli 2025. 

“Sebagaimana ketentuan Bursa Nomor I-N, perusahaan tercatat yang telah diputuskan delisting tetap memiliki kewajiban sebagai perusahaan tercatat, sampai dilakukannya efektif delisting,” tulis pengumuman BEI dikutip Jumat (20/12/2024). 

Berdasarkan data BEI, susunan pemegang saham MYRX per 31 Desember 2023 terdiri atas Kejaksaan Agung dengan kepemilikan 19,35 miliar saham (23,26%), PT Asabri (Persero) 9,4 miliar saham (11,31%) dan masyarakat 57,42 miliar saham (65,43%). 

Jika mengacu harga saham MYRX saat ini yakni Rp50 per saham, maka dana masyarakat yang mengendap di perseroan mencapai sekitar Rp2,87 triliun. Sebagai catataan, BEI telah menghentikan perdagangan MYRX sejak 16 Januari 2020. 

Kendati demikian, sejauh ini belum diketahui siapa pemegang saham pengendali MYRX yang akan menempuh aksi buyback. Pasalnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah jauh-jauh hari memblokir hak pengendali Benny Tjokro. 

Di sisi lain, OJK menyatakan Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak menjadi pengendali MYRX meskipun telah mengempit saham perseroan. Hal ini dikarenakan Kejagung hanya sebatas menyita dan menahan aset dari perusahaan tercatat. 

Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan Bursa tetap memperhatikan berbagai ketentuan dalam menjalankan proses delisting. 

Salah satunya adalah kewajiban emiten untuk menjalankan pembelian saham kembali atau buyback mengacu Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 29/2023. Sebab, menurutnya yang mesti diperhatikan adalah perlindungan investor. 

“Jadi, kalau ujungnya di-delist, wajib dari sisi perseroan atau pihak yang ditunjuk, termasuk pengendali melakukan buyback,” ujarnya pada Agustus 2024.  

Selain MYRX, tujuh emiten lain yang bakal dihapus BEI adalah PT Mas Murni Indonesia Tbk. (MAMI), PT Forza Land Indonesia Tbk. (FORZ), PT Grand Kartech Tbk (KRAH), dan PT Cottonindo Ariesta Tbk. (KPAS), PT Steadfast Marine Tbk. (KPAL), PT Prima Alloy Steel Universal Tbk. (PRAS), dan PT Nipress Tbk (NIPS).

Keputusan delisting didasarkan pada terpenuhinya salah satu kondisi sesuai Peraturan Bursa Nomor I-N. Berdasarkan peraturan itu, BEI berwenang menghapus saham perusahaan tercatat jika mengalami satu dari dua kondisi.

Kondisi pertama, sesuai Ketentuan III.1.3.1, perusahaan tercatat yang menghadapi kondisi atau peristiwa signifikan yang berdampak negatif terhadap kelangsungan usaha, baik secara finansial maupun hukum dapat dikenai delisting.

Hal itu juga berlaku jika perusahaan gagal menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai untuk kembali beroperasi secara normal.

Kedua, berdasarkan Ketentuan III.1.3.2, perusahaan yang sahamnya mengalami suspensi efek di pasar reguler, pasar tunai, atau di seluruh pasar selama lebih dari 24 bulan berturut-turut, juga berpotensi dikenai delisting oleh BEI. 

“Sehubungan dengan telah terpenuhinya salah satu kondisi sebagaimana tersebut pada Peraturan Bursa Nomor I-N, maka Bursa memutuskan delisting kepada perusahaan tercatat [dalam pailit] yang efektif tanggal 21 Juli 2025,” tulis BEI.


 

Disclaimer Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Sumber