Naik 33,73%, Utang Warga RI di Fintech P2P Lending Rp74,48 Triliun
Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat outstanding pinjaman fintech peer to peer (P2P) lending mencapai sebanyak Rp74,48 triliun per September 2024.
OJK mencatat jumlah itu naik 33,73% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu senilai Rp55,70 triliun. Untuk periode September 2024, outstanding tercatat hanya naik 14,28% secara tahunan.
Kendati demikian, OJK mencatat tingkat kredit macet dilihat dari rasio TWP90 masih terjaga di bawah 5%.
“Tingkat kredit macet secara agregat atau TWP90 dalam kondisi terjaga di 2,38%,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK Agusman dalam Konferensi Pers Asesmen Sektor Jasa Keuangan dan Kebijakan OJK Hasil RDKB Oktober 2024, pada Jumat (1/10/2024).
Adapun, rasio TWP90 turun apabila dibandingkan dengan tahun lalu, di mana TWP90 mencapai 2,82% per September 2023. Sementara apabila dibandingkan dengan Agustus 2024 angkanya stagnan, di mana kala itu TWP90 fintech P2P lending yakni 2,38%.
Per Oktober 2024, OJK juga mencatat terdapat 14 dari 97 fintech P2P lending yang belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum Rp7,5 miliar. Dari 14 penyelenggara P2P lending tersebut, lima di antaranya sedang dalam proses analisis penanganan modal disetor.
“OJK terus melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk mendorong pemenuhan ekuitas minimum dimaksud baik berupa injeksi modal dari pemegang saham maupun dari strategic investor, termasuk pengembalian izin usaha,” paparnya.
Untuk periode 2024, sudah ada empat penyelenggara fintech P2P lending yang dicabut izinnya oleh regulator.
Beberapa di antaranya adalah PT Tani Fund Madani Indonesia (TaniFund), PT Akur Dana Abadi (Jembatan Emas), PT Semangat Gotong Royong (Dhanapala), dan PT Investree Radika Jaya (Investree). Langkah tersebut diambil karena ketidakmampuan perusahaan-perusahaan tersebut dalam memenuhi persyaratan modal minimum dan ketentuan pengawasan.