Nawawi Pomolango Berharap Pejabat Patuh dan Jujur Ketika Isi LHKPN

Nawawi Pomolango Berharap Pejabat Patuh dan Jujur Ketika Isi LHKPN

JAKARTA, KOMPAS.com - Eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango menyatakan bahwa pihaknya hanya dapat berharap pada kepatuhan dan kejujuran para pejabat dalam mengisi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Hingga saat ini, masih banyak pejabat yang belum mengisi LHKPN, dan ditemukan pula kekayaan yang janggal dalam laporan yang mereka ajukan.

"Kita hanya bisa berharap kepatuhan dan kejujuran dalam pengisian LHKPN," ujar Nawawi di Istana, Jakarta, pada Senin (16/12/2024).

Sebelumnya, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengkritik kinerja KPK yang dinilai lambat dalam menindaklanjuti laporan LHKPN.

Ia menegaskan bahwa KPK seharusnya lebih proaktif dalam memverifikasi laporan tersebut, termasuk laporan dari pejabat seperti Kepala BPJN Kalbar, Dedy Mandarsyah, dan mantan pejabat Ditjen Pajak Kemenkeu, Rafael Alun.

"Tugas KPK itu kan memang menerima LHKPN dan memverifikasinya. Dan itu menjadi tugas KPK memverifikasi siapapun. KPK selama ini memang lambat, menelusuri setelah viral, seperti kejadian Rafael Alun, Kepala Bea Cukai Jogja, maupun Kepala Bea Cukai Makassar," ungkap Boyamin kepada Kompas.com, Senin (16/12/2024).

Boyamin menambahkan bahwa ketika masyarakat mendahului KPK dalam mengungkapkan kejanggalan LHKPN Dedy Mandarsyah, hal tersebut menunjukkan bahwa KPK sedang dipermalukan.

Ia menyayangkan KPK yang baru bertindak setelah adanya temuan dari masyarakat, padahal verifikasi adalah tugas utama mereka.

"Ya kita akui KPK lemah, dan termasuk kelemahannya kemarin Pak Nawawi protes bahwa ada orang mengisi mobil jenis mahal tapi harganya Rp 6 juta. Lah ya karena apa? Karena KPK sendiri tidak pernah menindaklanjuti semua hal itu dengan cermat, teliti, dan setengah ogah-ogahan mungkin KPK-nya," jelas Boyamin.

Lebih lanjut, Boyamin menegaskan bahwa banyak pejabat yang tidak hanya tidak benar dalam mengisi LHKPN, tetapi juga menolak untuk mengisi sama sekali.

Menurutnya, hal ini terjadi karena KPK tidak memiliki sanksi yang tegas terhadap pelanggaran tersebut, yang merupakan bagian dari kelemahan KPK dalam menjalankan tugasnya.

"Dan akhirnya apa? Orang bahkan bukan hanya tidak benar mengisi LHKPN. Menolak mengisi saja banyak. Dan tidak bisa apa-apa karena memang KPK tidak ada sanksinya. Nah, itu kan bagian dari yang kelemahan KPK," imbuhnya.

Sumber