OJK: Kripto jadi Tempat Pencucian Uang, Confirm!
Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengendus praktik pencucian uang yang dilakukan melalui kripto. Oleh sebab itu, otoritas ini sedang menyiapkan sejumlah regulasi untuk menangkal praktik haram itu menjelang transisi peralihan pengawasan.
Seperti diketahui, OJK bakal menjadi regulator dan pengawas transaksi kripto mulai awal tahun depan, sesuai dengan amanat UU No. 4/2024 tentang Pengembangan dan Penguatan Sistem Keuangan.
Berdasarkan amanat UU itu, pengawasan transaksi kripto bakal berpindah dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bapepti) mulai 12 Januari 2025.
“Kami tengah menyiapkan sejumlah aturan teknisnya,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto (ITSK) Hasan Fawzi di Jakarta, Jumat (15/11/2024).
Hasan menyampaikan transaksi kripto di Indonesia saat ini cukup besar dengan melibatkan jutaan investor. Hal itu, sambungnya, perlu diawasi dan diatur dengan ketat agar bermanfaat bagi kepentingan ekonomi nasional.
Dia tidak menampik bahwa kripto saat ini menjadi salah satu instrumen untuk kejahatan kerah putih. Kripto, sambungnya, dijadikan alat untuk pencucian uang. “Kripto jadi tempat pencucian uang, confirm itu.”
Menurutnya, kripto bisa dimanfaatkan menjadi alat pencucian uang karena aset pada instrumen lain sangat ketat, seperti pada bank dan pasar modal. Oleh sebab itu, lanjutnya, ada celah di kripto dimanfaatkan untuk pencucian uang.
“Respons kami back tracking ke belakang yang memanfaatkan ruang terbuka aset ini yang tidak sesuai hukum termasuk potensi pencuian uang, termasuk di luar pelanggaran hukum lain,” tegasnya.
Salah satu upaya untuk memerangi praktik haram itu, ungkapnya, dengan melakukan mitigasi dari awal. Pihaknya sudah menjalin kerja sama dengan PPATK untuk melakukan pelacakan transaksi pencucian uang.
“Kami akan berbagi peran, OJK membantu penuh PPATK dengan perangkat pengaturan. Ini dapat diperhatikan di POJK kami, kami tidak mentolelir,” jelasnya.
Dalam pengaturan itu salah satunya saat pembukaan rekening, pedagang kripto wajib mengetahui profil nasabahnya. Kemudian, pedagang harus mengenal transaksi nasabah apakah benar-benar untuk kepentingan investasi.
“Benar-benar kami harus tau persis alur transaksi aset kripto ini. Tidak boleh ada transaksi tidak dikenal, konversi, dan redemp coin dan lainnya. Hal itu sedikit banyak mencegah kegiatan pencucian uang dan sebagainya,” ujarnya.
Deputi Komisioner ITSK OJK Moch. Ihsanuddin menyampaikan sejumlah aturan untuk mencegah praktik pencucian uang tengah disiapkan regulator. Menurutnya, aturan tersebut kelak akan diimplementasikan secara bertahap.
“Kalau soal GCG [kripto] sedang di-review, pada 2027 akan implementesi semua,” ujarnya.
Selain itu, sambungnya, OJK turut menggandeng aparat penegak hukum untuk mencegah praktik pencucian uang.
“Terkait dengan potensi money loundring dan lainnya, aparat penegak hukum sudah berkali-kali berkomunikasi dengan kami, bahkan jampidum sept 2024, sudah teken PKS,” ujarnya.
Salah satu PKS itu, ungkapnya, regulator dapat membuka transaksi mencurigakan dalam transaksi kripto. “Kami bisa membuka transaksi mencurigakan dimaksud, pencucian uang di aset kripto ini.”