Olik Si Penjual Koran yang Menolak Senja Kala

Olik Si Penjual Koran yang Menolak Senja Kala

JAKARTA, KOMPAS.com - Seorang pria dengan tinggi sekitar 160 cm segera turun dari trotoar ketika lampu lalu lintas di ujung selatan berwarna merah.

Sembari membawa koran, pria itu menatap setiap kaca mobil yang tertutup sambil tersenyum. Dia berharap kaca-kaca itu terbuka untuk membeli korannya.

Dia adalah Olik (50), pedagang koran asal Mampang Prapatan. Setiap harinya selepas subuh, dia berkeliling ke setiap mobil yang berhenti di lampu merah Mampang Prapatan untuk menjajakan koran hingga pukul 17.00 WIB.

Tak ada pilihan lain bagi pria yang telah memasuki umur senja itu selain berjualan koran. Pekerjaan itu sudah dia geluti sejak 1987 atau sejak dia berumur 13 tahun.

"Ya sudah kerja gimana? Saya SD aja kagak tamat. Kalau dulu sih saya kerja serabutan jadi kernet," kata Olik saat ditemui di Mampang Prapatan, Senin (11/11/2024).

Pria yang mesti menafkahi istri dan dua anaknya itu tidak patah arang untuk berjualan koran walaupun dia mengaku omzet penjualan koran tidak lagi sebesar dahulu.

Jika dibandingkan dengan tahun 1987, setiap harinya Olik bisa membawa pulang Rp 30.000. Keuntungan itu hanya naik Rp 20.000 di tahun-tahun belakangan.

Olik bilang, jika koran-koran tersebut tidak laku, dia bakal menjualnya kembali ke pengepul barang bekas. Untuk setiap kilogram koran sisanya terjual, dia bisa mendapatkan uang sebesar Rp 15.000.

"Kadang-kadang enggak habis gini bawa pulang, dikiloin. Dikumpulin. Sekilonya Rp 15.000," kata Olik.

Pasalnya, kini koran yang harus dia jual setiap harinya harus habis terjual. Tidak lagi ada opsi pengembalian barang seperti sebelum tahun 2000.

Kini, setiap harinya, Olik hanya bisa membawa pulang uang sebesar Rp 50.000. Itu pun jika pembeli sedang ramai.

Olik kembali bernostalgia tentang masa kejayaannya menjual koran pada 1987-an. Kini, penjualannya lebih sering seret karena mayoritas pembaca telah beralih ke ponsel.

Dia bercerita, jika dibandingkan dengan koran yang dia jual pada masa itu, perbandingannya sangat jauh pada masa sekarang.

"Karena sudah ada handphone sih. Dulu sih Kompas 25, bisa 30. Kalau hari Sabtu dulu Kompas 35. Sekarang merosot banget, sekarang aja cuma 15 biji bawa Kompas," kata Olik.

Berdasarkan laporan "Capaian 10 Tahun Pemerintahan Joko Widodo", peta sebaran akses internet di Indonesia hampir merata.

Di Pulau Jawa, tempat Olik berjualan, ada 2.142 akses internet. Hampir seluruh masyarakat Jawa telah mengakses internet.

Olik juga pernah punya pengalaman tidak mengenakkan ketika menjual koran. Dia pernah ditangkap Satpol PP sebab berjualan di pinggiran jalan.

Olik cerita, itu adalah tahun 2018, ketika Asian Games Jakarta-Palembang sedang dihelat. Dia menduga, larangannya berjualan koran di pinggir jalan demi estetika kota di hadapan para tamu.

"Ya saya bilang, ‘Saya kan ngidupin buat anak bini. Kalau situ mau tanggung, enggak apa-apa’. ‘Udah kamu jangan banyak omong deh, ini dari atasan’. ‘Atasan kamu aja enggak ngasih saya kerja’," kata Olik saat ditemui di Mampang Prapatan, Senin (11/11/2024), sembari mengingat kembali "perlawanannya".

Akan tetapi, perlawanan Olik tidak membuahkan hasil yang signifikan. Dia tetap dibawa ke kantor Wali Kota Jakarta Selatan untuk didata.

Beruntung, dia tidak ditahan sebab ada yang menjaminnya di kantor Wali Kota, yaitu istrinya. Dia juga bilang, salah satu pekerja di kantor tersebut juga sempat menenangkan dirinya ketika di sana.

"Ada yang ngebantu saya orang Depsos, ‘Ini sebenarnya Bapak enggak ditangkep. Karena dia enggak dapet mangsa, bapak jadi sasaran’. Bapak kan sebagai pedagang, pembawa berita, sebenarnya enggak boleh ditangkep’," kata Olik mencontohkan pembicaraan pekerja kantor Wali Kota itu.

Olik bilang, dia baru dibebaskan dari kantor Wali Kota sekitar pukul 11.00 WIB. Dia yang biasanya bekerja hingga pukul 17.00 WIB enggan lanjut bekerja sebab masih ada patroli Satpol PP untuk Asian Games.

"Enggak (jualan), kan lagi gencar-gencarnya, lagi Asian Games. Jadi jalanan harus bersih," tutup dia.

Di sela-sela kegiatannya, Olik juga berprofesi sebagai ojek pangkalan. Kegiatan itu dia lakukan ketika sedang libur berjualan koran. "Lumayan untuk tambahan," kata dia.

"Kalau paling cakep sih ojek hari Minggu. Kalau Minggu kan saya libur koran. Kalau hari Minggu gitu saya dari jam 06.30 WIB sampai jam 12.00 WIB dapet Rp 100.000 ke mana aja," tambah dia.

Olik sebenarnya terbuka dengan pekerjaan lain selain berjualan koran. Tidak ada alasan yang kuat dari dirinya untuk selalu berjualan koran dengan pendapatan tidak menentu.

Tujuannya adalah hanya untuk tidak merepotkan orang lain dan bisa menghidupi keluarganya. Olik bilang, walaupun umurnya telah sampai pada kepala lima, dia masih terbuka pada pekerjaan-pekerjaan macam PPSU.

Akan tetapi, menjadi PPSU di Jakarta pun kini membutuhkan ijazah SLTA. Dia tidak punya pilihan lain selain menjadi pedagang koran.

"PPSU kan harus ada ijazah. Kalau enggak pakai ijazah enggak diterima. Jadi enggak ada pilihan lain. Harus sabar, harus yakin, gitu aja. Daripada nganggur, ngerepotin orang," kata dia.

Olik selalu mensyukuri pendapatannya Rp 50.000 setiap hari. Walaupun, dia bilang, angka tersebut kadang tidak cukup untuk membiayai hidup harian keluarganya, dia tetap berusaha.

"Kadang-kadang kita minjem-minjem dah. Istri enggak suka kalau minjem-minjem. Tapi terpaksa dah. Saya kadang enggak ngomong istri," kata pria itu.

Sumber