Omzet Anjlok, Rasio Kredit Bermasalah (NPL) Segmen UMKM Terkerek
Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BRI) mengungkap bahwa belakangan terjadi tren kenaikan rasio non-performing loan alias kredit bermasalah.
Direktur Bisnis Mikro Supari tidak merincikan berapa rasio kenaikan NPL tersebut. Kendati demikian, dia menjelaskan bahwa tren kenaikan NPL terjadi karena banyak pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) penerima kredit usaha rakyat (KUR) mengalami penurunan omzet sebesar 40% sampai dengan 60%.
"Kalau masyarakat sekitar itu daya belinya turun, omzetnya [UMKM] turun enggak? Turun, sehingga kapasitas untuk memenuhi kebutuhannya juga turun. Maka ada tren gitu ya, sekarang ini NPL-nya naik," ujarnya usai acara KUR Meets the Press di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Rabu (13/11/2024).
Kendati demikian, dia mengaku tidak terlalu khawatir dengan tren kenaikan NPL tersebut. Menurutnya, tren kenaikan NPL tersebut hanya sebuah siklus.
Dia meyakini ke depan perekonomian akan membaik. Apalagi, sambungnya, banyak program unggulan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang turut mengikutsertakan pelaku UMKM.
Supari mencontohkan program makan bergizi gratis. Menurutnya, program tersebut akan menaikkan kembali omzet para pelaku UMKM terutama yang bergerak di sektor makanan dan minuman hingga petani, peternak, serta nelayan.
"Kalau makronya bagus, pertumbuhan ekonominya juga bagus gitu, maka nanti kita juga akan longgarkan itu, parameter-parameter itu. Ya kira-kira seperti itu cara kita mengelola pembiayaan," jelasnya.
Sementara itu, Asisten Deputi Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Kemenko Perekonomian Gede Edy Prasetya menyatakan secara keseluruhan NPL masih terkendali yaitu sebesar 2,19%.
"Jadi, kemarin ada isu yang mengatakan [NPL] 5% itu tidak benar," ujar Gede pada kesempatan yang sama.
Dia menyatakan pemerintah terus bekerja sama dengan lembaga penjamin dan penyalur KUR supaya turut menjaga agar NPL tetap terkendali.
Gede mengungkapkan total outstanding KUR preposisi 31 Oktober 2024 sebesar Rp490 triliun yang diberikan kepada 48,63 juta debitur dengan NPL sebesar 2,19%.