OPINI : Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan

OPINI : Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Indonesia terus memperkuat fondasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan dengan menghadirkan paket kebijakan stimulus ekonomi terbaru.

Dengan fokus pada aspek keadilan dan gotong royong, kebijakan ini dirancang dengan azas keberpihakan untuk menjaga daya beli masyarakat, mendukung sektor usaha mikro kecil menengah (UMKM), dan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Salah satu elemen utama dari kebijakan ini adalah penyesuaian tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 1% dari sebelumnya 11% menjadi 12%, sebagai salah satu amanat Undang Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Kebijakan ini mengedepankan perlindungan terhadap kelompok masyarakat kurang mampu dengan tetap memberikan pembebasan PPN untuk kebutuhan pokok, jasa pendidikan, kesehatan, dan sektor-sektor lain yang esensial. Langkah ini sejalan dengan azas keadilan, memastikan bahwa negara hadir untuk masyarakat yang membutuhkan, sementara mereka yang mampu berkontribusi lebih besar.

Sementara azas keberpihakan dibuktikan pemerintah dengan memberikan insentif perpajakan, yang pada 2025 diproyeksikan sebesar Rp445,6 triliun, di mana proyeksi besaran insentif PPN nya saja sebesar Rp265,6 triliun. Dari jumlah tersebut sebagian besar merupakan pembebasan PPN untuk bahan makanan sebesar Rp77,1 triliun, pembebasan PPN untuk UMKM sebesar Rp61,2 triliun, pembebasan PPN untuk sektor transportasi sebesar Rp34,4 triliun, dan pembebasan PPN untuk sektor kesehatan dan pendidikan sebesar Rp30,8 triliun.

Terhadap beberapa barang yang sangat diperlukan oleh masyarakat umum berupa tepung terigu, gula untuk industry, dan Minyak Kita, Pemerintah menanggung beban kenaikan 1% PPN tersebut, sehingga tarif PPN yang dibayarkan masyarakat tidak berubah, yakni tetap 11% seperti saat ini. Semua kebijakan itu merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan membuktikan keberpihakan pemerintah kepada masyarakat.

Azas yang tidak kalah pentingnya adalah azas gotong royong, di antaranya tercermin dari kebijakan Pemerintah mengenakan PPN bagi barang dan jasa yang selama ini diberikan fasilitas pembebasan tetapi sebenarnya dikonsumsi masyarakat mampu, antara lain untuk kelompok makanan berharga premium, layanan rumah sakit kelas VIP keatas, dan pendidikan berstandar internasional yang berbayar mahal.

Dalam rangka membantu masyarakat yang kurang mampu atas dampak kenaikan tarif PPN, maka pemerintah mengambil kebijakan untuk memberikan stimulus tambahan untuk perlindungan sosial sekaligus memastikan daya beli masyarakat tetap terjaga. Bantuan pangan berupa beras 10 kg per bulan selama Januari—Februari 2025 diberikan kepada 16 juta penerima manfaat. Diskon listrik 50% untuk pelanggan dengan daya hingga 2200 VA juga akan diterapkan dalam periode yang sama.

Selain itu, untuk pembelian rumah dengan harga jual hingga Rp5 miliar di tahun 2025, Pemerintah memberikan diskon PPN 100% di semester pertama 2025 serta diskon PPN sebesar 50% di paruh kedua 2025, atas Rp2 milyar pertama dari harga rumah tersebut. Kebijakan ini diberikan tidak hanya untuk rumah tangga kurang mampu tetapi juga untuk masyarakat kelas menengah yang selama ini juga telah menikmati kurang lebih setengah dari insentif PPN.

Paket ini diyakini efektif dalam menjaga stabilitas konsumsi domestik, daya beli, dan tingkat inflasi. Pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa meskipun tarif PPN naik menjadi 11%, pasar tenaga kerja tetap tumbuh, dan daya beli masyarakat tidak terganggu.

Selain itu, paket stimulus ini mencakup insentif pajak bagi sektor padat karya, seperti keringanan PPh Pasal 21 untuk pekerja berpenghasilan hingga Rp10 juta per bulan. Industri padat karya mendapat subsidi bunga sebesar 5% untuk revitalisasi mesin, yang bertujuan meningkatkan produktivitas dan daya saing. Program ini juga dilengkapi dengan bantuan 50% biaya Jaminan Kecelakaan Kerja selama 6 bulan.

Pemerintah memperpanjang masa berlaku tarif PPh Final 0,5% hingga 2025 disamping tetap memberikan pembebasan sepenuhnya PPh bagi Wajib Pajak Orang Pribadi UMKM dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun. Kebijakan ini memberikan ruang bernapas bagi pelaku usaha kecil untuk semakin tumbuh dan berkontribusi dalam perekonomian nasional.

Di sisi lain, sektor kendaraan listrik dan hybrid turut menjadi fokus dengan berbagai insentif, seperti PPN DTP dan pembebasan Bea Masuk. Langkah ini mendukung agenda transisi energi bersih sekaligus menciptakan lapangan kerja baru di sektor otomotif hijau.

Dalam jangka panjang, kebijakan ini dirancang untuk memperkuat ruang fiskal Indonesia. Dengan penerapan tarif PPN 12%, penerimaan negara diharapkan meningkat, memungkinkan pemerintah untuk lebih optimal dalam mendukung pembiayaan Pembangunan sehingga tercipta pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Langkah ini menempatkan Indonesia dalam jalur yang lebih sejajar dengan negara-negara lain di dunia, di mana tarif PPN rata-rata lebih tinggi dibandingkan Indonesia. Namun, kebijakan ini tidak hanya tentang meningkatkan pendapatan. Ini adalah bagian dari upaya menyeluruh untuk membangun sistem perpajakan yang lebih adil, resilient, transparan, dan berkeadilan.

Paket kebijakan stimulus ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan masyarakat, daya saing usaha, dan keberlanjutan fiskal. Dengan pendekatan yang inklusif dan berkeadilan, kebijakan ini tidak hanya menjawab tantangan ekonomi saat ini tetapi juga mempersiapkan fondasi yang kokoh untuk pertumbuhan di masa depan. Melalui gotong royong dan kolaborasi seluruh elemen bangsa, Indonesia dapat mewujudkan visi kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat.

Sumber