Pakar Pidana Sebut Kasus Judol Komdigi Seharusnya Ditangani Bareskrim Polri
JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Pidana Universitas Pelita Harapan, Jamin Ginting, menilai kasus judi online yang melibatkan pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) seharusnya ditangani oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, bukan Jatanras Polda Metro Jaya.
"Pertanyaan saya, kenapa Polda Metro Jaya (yang menangani)? Kenapa enggak Bareskrim? Ini kan skala nasional, harusnya Kabareskrim yang bertanggung jawab terkait kasus seperti ini," jelas Jamin dalam program Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, dikutip dari video YouTube Kompas TV, Senin (11/11/2024).
Menurut Jamin, kasus judol yang melibatkan pegawai Komdigi sejatinya bukan hanya terjadi di Jakarta saja.
Selain itu, kasus ini juga terjadi di sebuah kementerian, sehingga ia berpendapat bahwa yang seharusnya turun tangan adalah Polri.
"(Kasus) Ini levelnya level kementerian, level kementerian itu nilainya juga saya kira sudah di atas Rp 20 miliar. Jadi, sebenarnya Kabareskrim yang turun di sini, Kapolri. Ini bencana nasional, jangan diserahkan kepada Jatanras di Polda Metro," tuturnya.
Diberitakan sebelumnya, Subdit Jatanras Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya menangkap 17 orang terkait perkara judi online (judol).
Sebanyak 10 dari 17 tersangka berlatar belakang sebagai pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang dulu bernama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Sementara, 7 yang lainnya adalah warga sipil.
Sementara, terdapat satu pelaku yang masih buron dan dimasukkan ke dalam daftar pencarian orang (DPO). Dia adalah A.
Kementerian Komdigi sedianya memiliki kewenangan memblokir situs judi online (judol). Namun, mereka justru memanfaatkan wewenang untuk meraup keuntungan pribadi.
Mereka melindungi ribuan situs judol dari sebuah kantor satelit yang berlokasi di Jakasetia, Bekasi Selatan, Kota Bekasi.
Sejauh ini, polisi telah menggeledah kantor satelit dan Kementerian Komdigi pada Jumat (1/11/2024). Mereka juga menggeledah dua money changer atau tempat penukaran uang.
Kantor satelit yang dikendalikan oleh tersangka berinisial AK, AJ, dan A, itu melindungi sejumlah situs judol yang telah menyetor uang tiap dua minggu sekali.
Salah satu tersangka mengungkapkan bahwa seharusnya ada 5.000 situs judi online yang diblokir. Namun, 1.000 dari 5.000 situs tersebut justru "dibina" agar tidak diblokir.
“5.000 web? Tapi yang diblokir berapa?” tanya Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Wira Satya Triputra kepada tersangka saat penggeledahan kantor satelit, Jumat (1/11/2024).
“Biasanya 4.000 Pak, 1.000 sisanya dibina, dijagain supaya enggak keblokir,” jawab tersangka.