PAN Minta Wacana Omnibus Law Politik Dikaji Detail: Jangan Buru-buru

PAN Minta Wacana Omnibus Law Politik Dikaji Detail: Jangan Buru-buru

Wacana revisi sejumlah undang-undang bidang politik dengan metode omnibus law mencuat. Ketua DPP PAN, Saleh P Daulay, menilai usulan itu perlu dikaji secara mendalam.

Saleh mengatakan pembahasan wacana tersebut perlu melibatkan banyak pihak mulai dari akademisi, partai politik, hingga kelompok sipil. Dia menekankan revisi paket undang-undang politik merupakan hal kompleks dan saling berkaitan dengan banyak bidang.

"Saat ini, DPR mestinya membuka kesempatan bagi semua pihak untuk memberikan masukan. Apakah kaitannya dengan mekanisme pelaksanaan, ambang batas, penyelenggara, aturan teknis, keserentakan, dan lain-lain. Setelah itu, DPR akan merumuskan formulasi UU Pemilu yang dinilai paling baik," kata Saleh saat dihubungi, Kamis (31/10/2024) malam.

Jika revisi UU bidang politik dilakukan dengan metode omnibus law, katanya, harus ada substansi yang membedakan dengan undang-undang sebelumnya. Dia menyebut wacana revisi itu tidak sekadar menjadi kodifikasi atau penyatuan aturan perundang-undangan di dalam satu kitab.

"Tugas berikut tentu membahas bersama pemerintah. Apakah perlu omnibus law? Atau tetap seperti UU yang ada sekarang? Tunggu saja nanti. Tergantung hasil evaluasi dan masukan dari banyak pihak," katanya.

Ketua Komisi VII DPR ini berharap pembahasan wacana revisi paket undang-undang politik itu dikaji secara mendalam. Dia meminta usulan tersebut tidak ditindaklanjuti secara terburu-buru.

"Mestinya, kita tidak boleh terlalu sering mengganti UU Pemilu. Jika sering gonta-ganti, ada kesan tidak stabil. Ada nuansa belum tuntas. Ada kesan bahwa banyak kekurangan," katanya.

"Karena itu, sebelum membahas lagi, perlu dilakukan kajian mendalam. Sekali lagi, perlu keterlibatan para pakar. Jangan terburu-buru. Kita harus berorientasi pada hasil yang terbaik," sambung Saleh.

Sebelumnya, wacana itu dimunculkan oleh Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Ahmad Doli Kurnia. Usulan itu dilontarkan Doli saat berbicara soal upaya menyempurnakan sistem politik, termasuk penyelenggaraan pemilu.

"Bagaimana menyetopnya, apakah kita semua punya komitmen untuk segera melakukan revisi terhadap undang-undang politik atau termasuknya undang-undang pemilu, dan waktunya itu sekarang," kata Doli dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) Baleg DPR bersama Komnas HAM, Perludem, dan AMAN di gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Rabu (30/10).

"Jadi kalau kita serahkan ke komisi masing-masing mungkin nanti dibatasi satu-satu gitu, ya, jadi nggak selesai. Padahal saya melihat sebetulnya ini tidak bisa dipisahkan. Mungkin kita, Baleg, harus sudah berpikir tentang metodologi membentuk undang-undang politik secara omnibus law. Kita harus punya undang-undang politik yang paketnya lengkap. Karena tadi itu nggak bisa satu-satu," lanjutnya.

Doli menyebutkan kedelapan UU itu. Pertama, UU Pemilu dan UU Pilkada yang hendak disatukan. Kedua, UU Partai Politik. Ketiga, UU MPR/DPR/DPRD/DPD (MD3) yang hendak dipisahkan per lembaga, DPRD tidak termasuk.

Kelima, UU Pemda. Keenam, DPRD. Ketujuh, UU Pemerintahan Desa. Kedelapan, UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah.

Simak Video Ini 7 Poin di UU Ciptaker yang Digugat Partai Buruh ke MK

[Gambas Video 20detik]

Sumber