Pantau Pilkada, Bawaslu Teken Perjanjian Kerja Sama dengan Masyarakat Sipil
JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menandatangani perjanjian kerja sama dengan sejumlah lembaga masyarakat sipil yang turut mengawasi jalannya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak, Selasa (29/10/2024).
Ketua Bawasalu RI, Rahmat Bagja mengatakan, pihaknya telah memetakan sejumlah kerawanan dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2024.
"Proses pilkada yang menurut pemetaan kerawanan kita, tahapan yang paling rawan, kampanye, penguat hitung, dan pecalonan kemarin," kata Bagja saat ditemui di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa.
Bagja mengatakan, terdapat sejumlah lembaga masyarakat yang turut memantau jalannya Pilkada. Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) misalnya, memiliki relawan yang mengawasi di potensi pelanggaran pilkada di lapangan.
Kemudian, Cek Fakta juga membantu mengawasi penyebaran informasi selama proses tahapan pilkada berlangsung. Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) juga turut mengawasi pelanggaran terhadap hak perempuan yang kerap dipaksa dan menjadi sasaran politik uang serta penggunaan anak dalam kampanye.
"Juga nanti pas pada saat pemungutan dan penghitungan suara, apakah perempuan hanya sebagai pemilih yang tidak mengerti atau kemudian sudah pemilih yang sudah mengetahui pilihannya dengan baik dan punya kemampuan untuk menolak politik uang," ujar Bagja.
Komisioner Bawaslu, Lolly Suhenty mengatakan, Koalisi Perempuan Indonesia dalam risetnya beberapa waktu lalu menemukan proses Pemilu 2024 diwarnai dengan kekerasan berbasis gender, mulai dari tahapan kampanye hingga pemungutan suara. Hasil penelitian itu kemudian mereka serahkan ke Bawaslu.
Oleh karena itu, penandatanganan memorandum of understanding (MoU) antara Bawaslu dengan sejumlah organisasi masyarakat sipil ini fokus pada kehadiran mereka sebagai pemantau di tempat pemungutan suara (TPS) dalam pelaksanaan Pilkada 2024.
"Mereka akan menjadi pemantau, mereka juga akan menjadi pengawas partisipatif untuk mengawasi lingkungannya sendiri sehingga dengan cepat nanti akan memberikan informasi ketika terjadi kekerasan berbasis gender dalam seluruh proses yang ada," tutur Lolly.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Yayasan Kalyana Mitra, Ika Agustina mengatakan, berdasarkan hasil riset yang dilakukan pihaknya, kekerasan berbasis gender terjadi proses Pemilu 2024, baik pemilihan presiden maupun calon anggota legislatif. Riset dilakukan di Jakarta, Ambon, Aceh, dan Makassar.
Hasilnya, banyak perempuan baik mereka sebagai pemilih, kandidat, relawan, simpatisan, bahkan penyelenggara Pemilu mengalami kekerasan berbasis gender.
"Misalnya, untuk penyelenggara, pelecehan seksual, itu juga banyak dialami. Kemudian juga, bahkan perempuan jurnalis, juga kita temukan di salah satu wilayah, ketika di masa kampanye itu dilakukan oleh salah satu timses," ujar Ika.
Adapun sejumlah lembaga masyarakat sipil yang menandatangani perjanjian kerja sama ini adalah, JPPR, Cek Fakta, Yayasan Kalyana Mitra, dan Koalisi Perempuan Indonesia.