Paradoks Indikasi Suap di Balik Laporan Harta Pejabat

Paradoks Indikasi Suap di Balik Laporan Harta Pejabat

Ketua KPK sementara Nawawi Pomolango berbicara mengenai indikasi suap di balik laporan harta pejabat. Nawawi menyebut kebenaran Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) para pejabat memprihatinkan.

Hal tersebut disampaikan Nawawi di momen perayaan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2024 di Gedung Juang KPK, Jakarta, Senin (9/12/2024). Nawawi bahkan menyebut masih banyak ditemukan LHKPN yang terindikasi penerimaan suap dan gratifikasi.

"Kebenaran isi laporan masih memprihatinkan. Pemeriksaan LHKPN masih menemukan indikasi penerimaan suap dan gratifikasi," kata Nawawi.

Nawawi lantas mengimbau agar para pejabat melaporkan LHKPN dengan baik. Menurutnya, LHKPN adalah bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat.

"Kami mendorong berbagai instansi menjadikan LHKPN instrumen penting dalam pertanggungjawaban publik kepada masyarakat dalam bentuk pelaporan LHKN yang benar isinya dan sesuai kenyataan," ucap Nawawi.

Adapun, Hakordia 2024 mengusung tema ‘Teguhkan Komitmen Berantas Korupsi untuk Indonesia Maju’. Dalam acara ini, Nawawi menyebut selama 5 tahun terakhir, KPK telah melakukan penindakan sebanyak 597 perkara.

Kasus korupsi itu terjadi di sejumlah sektor. Kasus korupsi itu dari sektor hukum, infrastruktur, perizinan, SDA, pendidikan hingga kesehatan.

"Pada upaya penindakan tindak pidana korupsi sejak tahun 2020-2024 ini atau 5 tahun terakhir, KPK telah menangani 597 perkara," kata Nawawi.

Baca selengkapnya di halaman selanjutnya.

Masih di hari yang sama namun acara berbeda, Nawawi lagi-lagi menyoroti soal LHKPN pejabat. Kali ini, Nawawi menyebut KPK mesti observasi ke lapangan karena para pejabat tak jujur mengisi LHKPN.

Hal itu disampaikan Nawawi dalam acara Penyerahan Sertifikat SMAP, Penganugerahan Insan Antigratifikasi, dan Seminar Nasional Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia di Gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta Pusat, Senin (9/12/2024). Nawawi mengatakan LHKPN menjadi salah satu instrumen untuk menjalankan tugas pencegahan korupsi.

Namun, Nawawi menyayangkan kepada pihak-pihak yang tidak jujur dalam pengisian LHKPN. Nawawi mengatakan pengisian LHKPN tidak jujur itu kerap menjadi persoalan lain dalam upaya pencegahan korupsi.

"Hanya saja ada yang kita sebutkan tadi, kita minta perhatian dari pemerintah bahwa ternyata pengisiannya (LHKPN) itu lebih banyak abal-abal daripada benarnya. Fakta pengisian (LHKPN) itu nggak bener lebih banyak gitu," kata Nawawi.

Nawawi mengatakan ketidakjujuran dalam pengisian LHKPN, akan menimbulkan kecurigaan. Hal itu, kata dia, akan membuat KPK melakukan observasi terkait harta sebenarnya yang dimiliki oleh pejabat tersebut.

"Pengisian LHKPN kan lebih banyak amburadulnya, ada Fortuner diisi harganya Rp 6 juta, kita nanya ke dia gitu di mana dapat Fortuner Rp 6 juta? Kita pengen beli juga 10 gitu kan, itu kan kondisi yang ada," ungkapnya.

"Pada pelaporan yang agak janggal, justru itu kemudian menimbulkan ini (kecurigaan) kepada KPK untuk menindaklanjuti, dengan mengobservasi di lapangan. Jadi jangan kaget ada beberapa subjek lapor LHKPN ini, itu yang kami datangi, kami survei," tambahnya.

Nawawi mengatakan ada sejumlah case yang diajukan dalam pengisian LHKPN. Nawawi lantas menyinggung kasus mantan pejabat Ditjen Pajak Kemenkeu Rafael Alun Trisambodo dan mantan Kepala Bea-Cukai Yogyakarta Eko Darmanto.

"Kasus Rafael Alun, ada kasus Eko Darmanto itu LHKPN sudah bisa kita lihat di situ begitu berbedanya apa yang dicantumkan di dalam LHKPN, apa yang kita temukan itu jungkir balik faktanya, itu ada ratusan bahkan lebih daripada itu yang kita temukan bahwa ketidakjujuran dalam pengisian LHKPN," ujarnya.

Sumber