Parpol Non-Parlemen Respons Positif MK Hapus Presidential Threshold 20%

Parpol Non-Parlemen Respons Positif MK Hapus Presidential Threshold 20%

Mahkamah Konstitusi (MK) memutus untuk menghapus ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) 20% kursi DPR. Putusan ini disambut positif oleh para partai politik yang pada pemilu ini berada di bawah batas tersebut.

Salah satunya Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) yang memandang bahwa ini sebagai tanda kemenangan demokrasi. PKN memandang bahwa putusan ini memperluas gerak publik berpartisipasi dalam kontestasi demokrasi.

"Keputusan Mahkamah Konstitusi menghapus presidential threshold menurut kami merupakan sebuah kemenangan besar bagi demokrasi di Indonesia. Karena tentunya ini sudah sesuai dengan semangat UUD 1945 dan ruang gerak demokrasi sudah tidak terbatasi lagi," kata Waketum PKN Gerry Habel Hukubun kepada wartawan, Senin (13/1/2025).

Gerry menilai aturan ambang batas pencalonan presiden 20% tidak begitu efektif. Dia menyebut putusan MK ini tentu akan disambut parpol lainnya yang juga berada di bawah ambang batas.

"Selain itu pengusungan pasangan calon berdasarkan ambang batas tak cukup efektif menyederhanakan jumlah partai politik peserta pemilu. Langkah ini sangat bagus terhadap demokrasi yang semakin inklusif," katanya.

"Tentu kita menyambut positif keseriusan kawan-kawan kita yang berada di Parlemen agar menyikapi keputusan Mahkamah Konstitusi ini dan tentunya ini bisa menghasilkan kualitas yang maksimal di Pemilu Presiden tahun 2029 mendatang," tambahnya

Putusan ini juga disambut positif oleh Partai Garda Republik Indonesia (sebelumnya Partai Garuda). Waketum PGRI Teddy Gusnaidi berharap tak ada pasal yang keluar jalur dari putusan MK itu.

"Rekayasa konstitusional setuju saja, asalkan jangan merekayasa putusan, sehingga pasal yang dibuat, keluar jalur dari hasil putusan MK," kata Teddy.

Teddy juga setuju jika putusan ini diterapkan dengan Omnibus, asalkan berlaku bagi pileg, pilkada, maupun pilpres. Dia menyebut putusan itu seharusnya berlaku dalam semua pemilihan calon pemimpin.

"Kalau mau dipakai dengan omnibus law, dengan alasan hal ini bukan hanya menyangkut pemilu pilpres saja tapi juga pileg dan pilkada, kita tentu setuju. Maka dari itu jika DPR ingin membahas ulang keseluruhan kontestasi dengan omnibus law baik pilpres, pileg dan pilkada, maka ambang batas pileg dihapus juga sama seperti pilpres," katanya.

"Kenapa? Karena dengan ambang batas pilpres dihapus oleh MK, maka ambang batas pileg sudah tidak memiliki daya rekatnya lagi," tambahnya.

MK sebelumnya membacakan putusan perkara nomor 62/PUU-XXI/2023 di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1). MK mengabulkan permohonan yang pada intinya menghapus ambang batas pencalonan presiden.

"Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Ketua MK Suhartoyo.

MK pun meminta pemerintah dan DPR RI melakukan rekayasa konstitusional dalam merevisi UU Pemilu. Tujuannya agar jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden tidak membeludak.

Simak juga Video ‘Yusril Bahas Penghapusan Presidential Threshold, Umpamakan dengan Zikir’

[Gambas Video 20detik]

Sumber