PDI-P Dukung Penerapan PPN 12 Persen, Singgung Pelaksanaan APBN 2025
JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P Said Abdullah menyatakan bahwa pihaknya mendukung penerapan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen mulai Januari 2025.
Menurut Said, kebijakan tersebut menjadi bagian dari pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang telah ditetapkan dan disepakati bersama oleh pemerintah dan DPR RI.
“APBN 2025 telah diundangkan melalui Undang-Undang (UU) Nomor 62 Tahun 2024. UU ini disepakati oleh seluruh Fraksi di DPR, dan hanya Fraksi PKS DPR RI yang memberikan persetujuan dengan catatan. Dengan demikian, pemberlakuan PPN 12 persen berkekuatan hukum,” ujar Said dalam keterangan tertulisnya, Selasa (24/12/2024).
Said menyampaikan bahwa penerapan PPN 12 persen adalah amanat dari UU tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang berlaku sejak 2021.
Kenaikan PPN pun dilakukan secara mendadak, tetapi bertahap sejak awal 2022.
Meski begitu, kata Said, UU HPP tidak hanya mewajibkan PPN naik menjadi 12 persen.
Beleid itu juga memberikan kesempatan bagi pemerintah untuk menurunkan PPN dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian.
“Setelah UU Nomor 7 Tahun 2021 berlaku, maka diatur pemberlakuan kenaikan tarif PPN menjadi 11 persen per 1 April 2022, dan selanjutnya 1 Januari 2025 tarif PPN menjadi 12 persen, dengan demikian terjadi kenaikan bertahap,” kata Said.
“Pemerintah diberikan ruang diskresi untuk menurunkan PPN pada batas bawah di level 5 persen dan batas atas 15 persen bila dipandang perlu, mempertimbangkan kondisi perekonomian nasional,” ujarnya.
Terlepas dari hal itu, Said menegaskan bahwa waktu pemberlakuan kenaikan PPN 12 persen mulai 1 Januari 2025 secara tegas diatur dalam UU HPP.
Hal ini pun menjadi pertimbangan pemerintah dan DPR RI untuk memasukkan asumsi tambahan penerimaan perpajakan dalam target APBN 2025.
“Pada UU Nomor 7 Tahun 2021 Bab IV Pasal 7 Ayat 1 Huruf b telah diatur bahwa pemberlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen berlaku paling lambat tanggal 1 Januari 2025,” ucap Said.
“Atas dasar ketentuan ini, maka pemerintah dan DPR sepakat untuk memasukkan asumsi tambahan penerimaan perpajakan dari pemberlakuan PPN 12 ke dalam target pendapatan negara pada APBN 2025,” katanya.
Pemerintah secara resmi menerapkan tarif PPN 12 persen mulai 1 Januari 2025, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Pengumuman ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers Paket Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, pada Senin (16/12/2024).
“Sesuai dengan amanat UU HPP, ini sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Tarif PPN tahun depan akan naik menjadi 12 persen per 1 Januari," ujar Airlangga, dikutip dari siaran langsung akun YouTube Perekonomian RI.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menambahkan bahwa pemerintah akan menerapkan kenaikan tarif PPN 12 persen khusus untuk barang dan jasa mewah.
Menurutnya, barang dan jasa mewah ini dikonsumsi oleh penduduk terkaya dengan pengeluaran menengah ke atas yang masuk dalam kategori desil 9-10.
"Kita akan menyisir kelompok harga barang dan jasa yang masuk kategori barang dan jasa premium tersebut," katanya.
Namun, keputusan pemerintah untuk menerapkan kebijakan ini menuai kritik dari banyak pihak, karena dikhawatirkan akan berdampak pula kepada masyarakat kecil.