PDI-P Soroti Perombakan Sistem Pemilu dan Penguatan Parpol di Paket Revisi UU Politik
TANGERANG, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto menganggap usulan merevisi 8 paket Undang-Undang (UU) terkait sistem politik dan pemilu adalah gagasan yang baik.
Menurut Hasto, partai politik (Parpol) memilki peran penting dalam sistem demokrasi, sehingga perbaikan sistem pelembagaan di internal diperlukan, khususnya untuk proses kaderisasi.
“Ya itu suatu gagasan yang baik, karena dari PDI Perjuangan juga melakukan pelembagaan partai, disertasi saya menunjukkan itu,” ujar Hasto kepada wartawan, Minggu (3/11/2024).
“Partai harus mengembangkan adanya think tank, adanya research based policy, sehingga partai melakukan proses kaderisasi,” sambungnya.
Selain itu, Hasto berpandangan revisi UU tersebut juga baik dilakukan dalam rangka memperbaiki sistem pemilu di Indonesia ke depan.
Akan tetapi, Hasto berharap agar pihak eksekutif maupun legislatif tetap memperhatikan skala prioritas, sebelum memutuskan tindak lanjut atas usulan tersebut.
“Perombakan terhadap sistem pemilu ke depan penting, tetapi skala prioritas saat ini adalah mengamankan Pilkada yang berkedaulatan rakyat. Jangan sampai ada yang menggunakan kekuatan aparatur negara yang seharusnya netral,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mempertimbangkan penggunaan metode omnibus law untuk revisi 8 undang-undang (UU) yang terkait sistem politik dan pemilu.
Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia saat rapat dengar pendapat umum antara Baleg DPR bersama Perludem hingga Komnas HAM pada Rabu (30/10/2024).
Menurut Doli, metode omnibus law dapat menyatukan berbagai regulasi politik yang saling berkaitan menjadi satu undang-undang yang lebih komprehensif.
“Makanya saya tadi mengusulkan ya sudah kita harus mulai berpikir tentang membentuk undang-undang politik dengan metodologi omnibus law. Jadi karena itu saling terkait semua ya,” ujar Doli di Kompleks Parlemen, Rabu (30/10/2024).
Doli menyampaikan sistem politik dan pemilu di Indonesia masih perlu disempurnakan, terutama untuk mengatasi persoalan biaya tinggi dan kompleksitas pelaksanaan pemilu.
“Ayo kita mulai bicara tentang soal menyempurnakan sistem politik termasuk sistem pemilu kita. Kan sudah banyak bicara tadi soal penyelenggaraan katanya begini, soal biaya mahal politik kita seperti itu. Nah itu sudah bisa mulai sebetulnya,” ucap Doli.
Menurut Doli, setidaknya ada delapan UU terkait sistem pemilu dan politik yang perlu dikaji kembali dan disatukan melalui omnibus law.
Beberapa di antaranya adalah UU Pemilu, UU Pilkada, UU Partai Politik, UU MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3), UU Pemerintah Desa, serta UU Hubungan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintah Daerah.
"Karena hulunya semua ini kan adalah pemilu maka harus mulai dari revisi Undang-Undang Pemilu," kata Doli.
Doli mengatakan, Baleg bersama sejumlah organisasi masyarakat baru mendiskusikan soal kemungkinan menggabungkan UU Pemilu dan Pilkada.
Kendati demikian, Doli berharap pembahasan soal revisi 8 UU dan penggunaan metode omnibus law ini dapat diselesaikan jauh sebelum pelaksanaan pemilu berikutnya pada 2029.
Dengan begitu, aturan yang baru dihasilkan bisa diterapkan dan bisa disosialisasikan secara maksimal kepada masyarakat.
“Lebih baik jauh dari pemilu, sehingga kita satu terhindar dari vested interest. Kita punya cukup waktu nanti untuk uji publik, menyerap aspirasi, sehingga nanti 2026, 2027, 2028 itu sosialisasi sudah,” kata Doli.
Ia juga berharap seluruh jajaran legislatif dan eksekutif memiliki komitmen yang sama untuk menyempurnakan UU terkait politik dan pemilu, sehingga bisa menjadi bagian dari agenda program legislasi nasional (Prolegnas).
“Mudah-mudahan. Saya bilang, yang diperlukan setelah kesadaran itu adalah komitmen kita semua. Commited enggak kita mau menyempurnakan undang-undang politik, termasuk dalamnya soal penyelenggaraan pemilih," ujar Doli.