PDIP Tegaskan Kenaikan PPN Amanat UU HPP, Polemik yang Muncul Justru Kontraproduktif
JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPP PDI-P Said Abdullah menegaskan, penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen per Januari 2025 merupakan amanat UU tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang berlaku sejak 2021.
Kenaikan PPN pun tidak dilakukan secara mendadak, melainkan sudah diterapkan bertahap sejak awal 2022.
“Setelah UU Nomor 7 tahun 2021 berlaku, maka diatur pemberlakuan kenaikan tarif PPN menjadi 11 persen per 1 April 2022, dan selanjutnya 1 Januari 2025 tarif PPN menjadi 12 persen, dengan demikian terjadi kenaikan bertahap,” kata Said dalam keterangan resminya, Selasa (24/12/2024).
Oleh karena itu, ia menilai, polemik kenaikan PPN yang muncul pada saat ini, sebagai hal yang kontraproduktif dan tidak perlu terjadi.
“Padahal energi bangsa ini kita perlukan untuk bersatu, menghadapi tantangan ekonomi 2025 yang tidak mudah. Apalagi saat ini kita menghadapi sentimen negatif dari pasar atas menguatnya Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah, karena ekspektasi investor atas menguatnya ekonomi Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump,” ucapnya.
Meski begitu, kata Said, UU HPP juga memberikan ruang bagi pemerintah untuk menurunkan PPN dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian.
“Pemerintah diberikan ruang diskresi untuk menurunkan PPN pada batas bawah di level 5 persen dan batas atas 15 persen bila dipandang perlu, mempertimbangkan kondisi perekonomian nasional,” ungkap Said.
Said pun menegaskan bahwa waktu pemberlakuan kenaikan PPN 12 persen mulai 1 Januari 2025 secara tegas diatur dalam UU HPP. Hal ini menjadi pertimbangan pemerintah dan DPR RI memasukkan asumsi tambahan penerimaan perpajakan dalam target APBN 2025.
“Pada UU Nomor 7 tahun 2021 Bab IV pasal 7 ayat 1 huruf b telah diatur bahwa pemberlakukan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen berlaku paling lambat tanggal 1 Januari 2025,” jelas Said.
“Atas dasar ketentuan ini, maka pemerintah dan DPR sepakat untuk memasukkan asumsi tambahan penerimaan perpajakan dari pemberlakuan PPN 12 kedalam target pendapatan negara pada APBN 2025,” sambungnya.
Atas dasar itu, lanjut Said, penerapan PPN 12 persen mulai Januari 2025 sudah sesuai dengan UU berlaku dan menjadi bagian dari pelaksanaan APBN 2025 yang telah ditetapkan.
“APBN 2025 telah diundangkan melalui Undang-Undang (UU) Nomor 62 Tahun 2024. UU ini disepakati oleh seluruh Fraksi di DPR, dan hanya Fraksi PKS DPR RI yang memberikan persetujuan dengan catatan. Dengan demikian pemberlakukan PPN 12 persen berkekuatan hukum,” pungkasnya.
Sebelumnya, pemerintah secara resmi menerapkan tarif PPN 12 persen mulai 1 Januari 2025, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Pengumuman ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers Paket Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, pada Senin (16/12/2024).
“Sesuai dengan amanat UU HPP, ini sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Tarif PPN tahun depan akan naik sebesar 12 persen per 1 Januari," ujar Airlangga, dikutip dari siaran langsung akun YouTube Perekonomian RI.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menambahkan bahwa pemerintah akan menerapkan kenaikan tarif PPN 12 persen khusus untuk barang dan jasa mewah.
Menurutnya, barang dan jasa mewah ini dikonsumsi oleh penduduk terkaya dengan pengeluaran menengah ke atas yang masuk dalam kategori desil 9-10.
"Kita akan menyisir kelompok harga barang dan jasa yang masuk kategori barang dan jasa premium tersebut," katanya.
Namun, keputusan pemerintah untuk menerapkan kebijakan ini menuai kritik dari banyak pihak, karena dikhawatirkan akan berdampak pula kepada masyarakat kecil.