Pelaku Bisnis Asuransi Berharap Perhatian dari Pemerintahan Prabowo
Bisnis.com, JAKARTA — Perusahaana reasuransi PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) menilai tidak akan banyak perubahan dalam lanskap industri asuransi jika pemerintah meneruskan kebijakan yang sudah diambil saat ini.
Direktur Teknik Operasi Indonesia Re Delil Khairat mengatakan kebijakan pemerintah baru berdampak signifikan terhadap sektor asuransi dan reasuransi. Dia mengharapkan muncul fokus untuk memperkuat sektor asuransi sebagai bagian penting dari sektor keuangan.
“Kalau fokusnya masih seperti sekarang, mungkin tidak banyak yang bisa diharapkan. Tetapi apabila ada perhatian lebih terhadap pengelolaan risiko dalam negeri, kita bisa berharap banyak,” kata Delil kepada Bisnis, Senin (28/10/2024).
Salah satu kebijakan penting yang diharapkan dapat meningkatkan penetrasi asuransi adalah implementasi dari UU Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan (P2SK) 2024, atau Omnibus Law. Menurut Delil, UU ini mengamanatkan beberapa jenis asuransi wajib, termasuk asuransi third-party liability untuk kendaraan bermotor hingga asuransi bencana alam. Dia berharap pemerinah menjalankan kebijakan ini secara maksimal.
“Jika kita bisa mereplikasi skema yang sukses di negara-negara lain, lini bisnis asuransi kendaraan bermotor ini bisa mengangkat besaran industri asuransi kita,” kata Delil.
Delil menambahkan area lain yang berpotensi berkembang adalah asuransi marine cargo, terutama jika kebijakan pemerintah mendukung peningkatan kegiatan pengangkutan barang.
“Karena ada program seperti ‘makan siang gratis,’ mungkin akan ada kenaikan dalam pengangkutan barang, yang pada akhirnya meningkatkan lini bisnis marine cargo,” katanya. Selain itu, pembangunan perumahan yang direncanakan pemerintah juga diyakini akan berdampak positif pada asuransi kredit dan properti.
Selain soal kebijakan, Delil menyoroti kondisi industri asuransi dan reasuransi di Indonesia yang penuh sesak dengan pemain. Menurutnya, ada 72 perusahaan asuransi umum, lebih dari 50 perusahaan asuransi jiwa, 9 perusahaan reasuransi, serta lebih dari 150 broker asuransi di Indonesia.
Sementara, penetrasi asuransi masih rendah, bahkan termasuk yang terendah di dunia. “Sebenarnya yang pertama harus dilakukan adalah mengkonsolidasikan pasar ini. Jika pasar dikonsolidasikan, maka industri bisa lebih profesional,” ujarnya.
Delil menyebut bahwa ketentuan dari POJK Nomor 23 Tahun 2023, yang menetapkan batas modal minimum perusahaan reasuransi, diharapkan bisa mengurangi jumlah pemain dan memperkuat struktur pasar. Dia menyoroti bahwa Indonesia memiliki jumlah perusahaan reasuransi lokal yang sangat banyak, namun dengan ekuitas yang kecil.
Sebagai perbandingan, Delil mencontohkan negara seperti Malaysia dan India, yang memiliki pasar lebih besar dengan pemain reasuransi lokal yang lebih sedikit dan kuat.
“Seharusnya kita punya sedikit saja, satu atau dua maksimal. Tetapi dengan capital yang kokoh, yang kuat, dan juga capability yang kuat. Sehingga reasuransi ini bisa menjadi pemain global atau paling tidak pemain regional di tahap-tahap awal,” katanya.
Selain soal jumlah pemain, Delil juga menyoroti pentingnya penegakan hukum dan disiplin dalam industri ini. Dia menyoroti praktik acquisition cost yang kerap kali melebihi batas yang ditetapkan OJK, tetapi pelanggarannya sering kali tidak mendapatkan sanksi tegas.
“Para pelanggar terus melakukan aksinya, dan pasar tidak pernah mengalami perbaikan signifikan,” kata Delil.
Delil juga menyoroti tantangan baru yang akan dihadapi industri reasuransi dengan diberlakukannya IFRS 17 pada tahun 2025, serta kompetisi pasar yang semakin ketat. Menurutnya, perusahaan reasuransi lokal harus beradaptasi dengan memperkuat permodalan, kemampuan teknikal, serta kedisiplinan dalam underwriting.
“Reasuransi lokal harus melakukan perubahan fundamental dalam banyak aspek agar bisa menjadi lebih kuat dan bisnis berjalan lebih efektif,” tuturnya.