Peluang Berkelanjutan Program Makan Bergizi

Peluang Berkelanjutan Program Makan Bergizi

Pemerintah Pusat pada Senin (6/1/2024) mulai menjalankan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di sejumlah sekolah. Program ini tidak hanya bertujuan untuk memberikan asupan gizi yang cukup bagi siswa sekolah, tetapi juga menjadi katalisator bagi pertumbuhan ekonomi lokal.

Selain itu, program ini melibatkan komunitas marginal seperti, buruh tani, pekerja informal, perempuan kepala keluarga, masyarakat adat, kelompok penyandang difabel, untuk dapat berkontribusi dalam menyukseskan pelaksanaannya. Program unggulan ini menjadi salah satu upaya pemerintah di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto- Gibran Rakabuming Raka dalam mendukung kesejahteraan masyarakat.

Memberi Manfaat Ekonomi

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) dikutip Antara, Kamis (17/10/2024), setiap Rp 1.000 yang digelontorkan untuk program MBG akan memberikan manfaat hingga Rp 63.500 terhadap perekonomian. Program ini juga bertujuan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi sekitar 0,10 persen melalui penyerapan 820.000 pekerja dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang terkait.

Studi Indef berdasarkan proyek percontohan MBG di 10 kabupaten/kota, terdapat peningkatan penyerapan tenaga kerja sebanyak tiga orang serta terdapat peningkatan penghasilan UMKM sebagai mitra penyedia sekitar 33,68 persen. MBG menunjukkan contoh yang nyata program pemberdayaan masyarakat yang bukan saja mampu mengatasi masalah sosial, seperti gizi buruk, tetapi menciptakan ekonomi melalui peningkatan lapangan kerja.

Menggerakkan Semua Lapisan

Program MBG sangat wajar dinantikan oleh masyarakat, terutama kelompok marginal. Program ini menggerakkan semua lapisan masyarakat; tidak hanya memberikan manfaat langsung berupa asupan gizi bagi siswa sekolah, tetapi juga mencerminkan pendekatan pemberdayaan komunitas yang bersifat bottom-up.

Selama ini, kelompok marginal berada di pinggiran dari struktur sosial, ekonomi, politik, atau budaya dalam masyarakat. Mereka acap tidak mendapatkan kesempatan yang sama dengan kelompok mayoritas yang mempunyai kekuasaan yang dominan. Ketidakmampuan kelompok ini disebabkan karena keterbatasan akses sumber daya, diskriminasi, hingga minimnya representasi dalam struktur sosial masyarakat. Kondisi ketidakberdayaan semacam itu menjadi kesempatan bagi pemerintah pusat melalui program MBG untuk dapat menyejahterakan kelompok marginal. Salah satu cara untuk melibatkan komunitas marginal adalah dengan menggunakan pendekatan yang menempatkan masyarakat sebagai aktor utama dalam pelaksanaan program.Pendekatan ini sejalan dengan perspektif Arnstein yang menyatakan bahwa tingkat pemberdayaan tertinggi tercapai, ketika masyarakat memiliki kendali penuh atas proses dan hasil program tersebut. Dalam konteks program MBG, pemberdayaan bottom-up dapat dilihat melalui keterlibatan komunitas marginal, tidak hanya sebagai penerima manfaat, tetapi juga sebagai mitra aktif dalam penyediaan, pengolahan, dan distribusi makanan.

Peluang Berkelanjutan

Selain itu, kemampuan pemerintah pusat dapat mengintegrasikan program MBG ini dengan pelatihan keterampilan, seperti memasak, pengelolaan makanan, atau manajemen rantai pasokan, program ini menciptakan peluang berkelanjutan bagi penerima manfaat untuk meningkatkan kapasitas mereka.

Pendekatan ini melibatkan penerima manfaat sebagai bagian dari solusi. Misalnya, perempuan kepala keluarga atau komunitas lokal dapat dilibatkan dalam proses pengolahan makanan, mulai dari tahap persiapan hingga distribusi. Selain mendapatkan penghasilan tambahan, keterlibatan langsung ini juga memperkuat rasa kepemilikan terhadap program dan memastikan keberlanjutan inisiatif tersebut.

Lebih jauh lagi, integrasi pelatihan keterampilan memberikan peluang bagi peserta untuk membangun usaha mandiri di bidang katering, pengelolaan makanan, atau layanan terkait lainnya, yang pada akhirnya mendukung pemberdayaan ekonomi lokal.

Dengan cara ini, program MBG tidak hanya menjadi langkah strategis untuk memenuhi kebutuhan gizi siswa, tetapi juga menjadi motor penggerak perubahan sosial-ekonomi yang memberdayakan komunitas marginal secara holistik.

Pada akhirnya, pendekatan pemberdayaan komunitas marginal yang bersifat bottom-up menjadikan program MBG tidak hanya solusi atas masalah gizi di sekolah, akan tetapi juga menjadi solusi atas permasalahan sosial dan ekonomi yang berkelanjutan. Oleh karenanya, penting untuk menjaga kesinambungan program MBG agar nilai manfaat tidak hanya dirasakan dalam jangka pendek, tetapi juga menciptakan perubahan sosial yang mendalam dan inklusif bagi masa depan bangsa.Atho’ilah Najamudin dosen Pengembangan Masyarakat Islam Universitas Islam Ibrahimy Banyuwangi

Simak Video Menerka Masa Depan Program Makan Bergizi Gratis

[Gambas Video 20detik]

Sumber