Pemerintah Janji Buka Siapa Saja Napi yang Dapat Amnesti dari Prabowo
JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum Supratman Andi Agtas berjanji akan mengumumkan siapa saja narapidana (napi) yang mendapat amnesti atau pengampunan dari Presiden Prabowo Subianto.
Supratman mengaku menyambut baik desakan agar pemerintah transparan terkait pemberian amnesti ini.
"Memang akan kita umumkan. Justru saya menyambut baik. Hari ini dan kemarin saya diminta oleh Amnesty International yang merupakan sebuah gerakan masyarakat sipil, demikian pula beberapa LSM juga menyatakan hal yang sama," ujar Supratman di Istana, Jakarta, Senin (16/12/2024).
Atas permintaan itu, Supratman menjamin pemerintah bakal transparan.
Dia menyebut, nama-nama napi yang diberi pengampunan akan diumumkan satu per satu dan diajukan ke DPR.
"Akan kita umumkan orang-orangnya, dan akan kita bagikan. Karena kan nama satu per satu akan kami ajukan ke parlemen walaupun bentuknya kolektif ya," katanya.
Sebelumnya, Deputi Direktur Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati mendesak pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk tetap transparan dan akuntabel ketika memberikan pengampunan kepada 44.000 narapidana (napi).
Maidina menyebut, transparansi diperlukan supaya publik tetap bisa mengkritisi langkah pemberian amnesti tersebut.
"ICJR pada dasarnya menyepakati segala langkah yang dilakukan atas dari kemanusiaan dan hak asasi manusia, apalagi yang ditujukan untuk mengakhiri kriminalisasi pengguna narkotika untuk kepentingan pribadi," ujar Maidina dalam keterangannya, Minggu (15/12/2024).
"Namun yang ICJR tekankan adalah bahwa proses pemberian amnesti tersebut harus dilakukan secara akuntabel dan transparan. Kami menyerukan proses ini harus dilakukan berbasis kebijakan yang bisa diakses publik untuk dinilai dan dikritisi," ujarnya.
Maidina mengatakan, teknis pemberian amnesti harus dirumuskan dalam peraturan untuk menjamin standarisasi pelaksanaan penilaian dan pemberian amnesti, sampai dengan diusulkan ke Presiden dan dipertimbangkan oleh DPR.
Selain itu, penilaian juga harus berbasiskan hasil pembinaan yang memperhatikan aspek psikososial dan kesehatan.
"Kami juga mengkritisi rencana napi yang diamnesti untuk dijadikan tenaga swasembada pangan dan komponen cadangan. ICJR menyerukan bahwa rencana tersebut rentan bersifat eksploitatif. Jika napi tersebut diberikan kesempatan kerja sebagai bagian dari pembinaan, maka hak atas upah pekerjaannya harus dibayarkan. Dan hal tersebut bahkan bisa dilakukan saat ini tanpa perlu mendasarkan hal tersebut dengan rencana amnesti," kata Maidina.