Pemerintah Minta Tim Kurator Cegah PHK Buruh PT Sritex, tapi Tak Beri Solusi soal Kepailitan

Pemerintah Minta Tim Kurator Cegah PHK Buruh PT Sritex, tapi Tak Beri Solusi soal Kepailitan

SEMARANG, KOMPAS.com - Tim Kurator yang ditunjuk oleh Pengadilan Niaga untuk menangani kepailitan PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Tbk, bersama PT Primayudha, PT Bitratex Industries, dan PT Pantja Djaya, menyatakan kebingungannya terkait permintaan pemerintah untuk tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap ribuan buruh di pabrik tersebut.

Tim yang terdiri dari Denny Ardiansyah, Nurma C.Y. Sadikin, Fajar Romy Gumilar, dan Nur Hidayat mengungkapkan bahwa hingga saat ini belum ada pertemuan lintas kementerian yang membahas kepailitan perusahaan dan nasib hak-hak buruh.

"Kita tidak pernah bertemu langsung secara komprehensif, misalnya perindustrian, naker, perekonomian jadi satu, untuk kemudian berpikir, ini solusinya apa? Ini gak pernah ada," ungkap Denny saat konferensi pers di All Stay Hotel Semarang, Senin (13/1/2025) malam.

Merespons permintaan untuk menerapkan skema going concern agar pabrik tetap dapat beroperasi setelah dinyatakan pailit, tim kurator menyatakan bahwa mereka telah mengikuti pertemuan di Bea Cukai dan lintas kementerian.

Namun, mereka hanya diminta untuk tidak melakukan PHK tanpa adanya solusi konkret yang ditawarkan.

"Kita bertemu satu per satu diwakili industri dengan kemenko dengan naker intinya ini jangan PHK. Jangan PHK tapi solusinya, apa yang kami pertanyakan," tegas Denny.

KOMPAS.com/Labib Zamani Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto bersama Wakil Menteri Ketenegakarjaan, Immanuel Ebenezer Gerungan dan para karyawan di PT Sritex Sukoharjo, Jawa Tengah, Rabu (8/1/2025).

Konsekuensi hukum kepailitan diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, Pasal 16 ayat 1, yang menyebutkan bahwa kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan, meskipun terdapat upaya kasasi atau peninjauan kembali.

"Bahwa kerugian dari harta pailit jadi tanggung jawab kurator. Secara normatif dalam proses kepailitan ini tidak ada perdamaian apa pun, dan harus dinyatakan intervensi," lanjutnya.

Denny menjelaskan bahwa terdapat dua kemungkinan tindak lanjut kurator terhadap kepailitan PT Sritex, yaitu melanjutkan operasional pabrik melalui skema going concern atau melakukan pemberesan dengan PHK buruh.

"Kami ini pernah membahas going concern ini hampir secara komprehensif. Itu selalu yang menjadi pertanyaan kepada kami. Pemerintah minta ini going concern dijalankan, segala macam, sedangkan going concern itu harus hak pengajuan dari kurator dan kemudian ada penetapan dari hasil pengawasan," tuturnya.

Menurut Nurma C.Y. Sadikin, going concern tidak dapat dilaksanakan mengingat besarnya utang PT Sritex dan aktivitas bisnis yang tidak menguntungkan.

"Skema going concern itu ada 2 ya pilihannya untuk meningkatkan harta pailit atau mempertahankan harta pailit, tapi sampai saat ini kami memang sebagai kurator belum melihat ada potensi ke arah meningkatkan harta pailit," ujarnya.

Dia juga menilai bahwa debitur belum kooperatif dalam memberikan data kepada kurator dan belum terbuka.

"Yang kedua terkait laporan keuangan dan juga dari hasil yang disampaikan oleh direktur independen dari PT Sritex. Kami sampaikan bahwa di laporan keuangan di bulan Juni pun proses produksi dan penjualan dari para debitur ini mengalami kerugian yang sangat besar sekali," imbuhnya.

Nurma menegaskan bahwa mereka tidak berencana untuk menempuh skema going concern karena dinilai bukan solusi yang dapat dipertanggungjawabkan.

"Itu yang kami sampai saat ini belum bisa memikirkan ini siapa yang akan bertanggung jawab ketika going concern itu akan dijalankan. Terakhir kami sampaikan juga bahwa kami selaku tim kurator tidak menggunakan hak kami untuk mengajukan going concern," tandasnya.

Sumber