Pemimpin Baru Suriah Bersiap untuk Proses yang Inklusif

Pemimpin Baru Suriah Bersiap untuk Proses yang Inklusif

KOMPAS.com - Para pemimpin negara-negara G7 akan mempertimbangkan bakal mendukung pemerintah transisi kelompok Islamis Hayat Tahrir Al Sham (HTS) atau tidak pada pertemuan virtual, Jumat (13/12/2024).

Sebelumnya, HTS telah mempelopori penggulingan Presiden Suriah Bashar Al Assad yang menjadi diktator selama puluhan tahun. 

Sebagaimana diberitakan AFP pada Kamis (12/12/2024), dukungan itu akan bergantung pada kelompok tersebut yang dilarang sebagai organisasi teroris oleh banyak negara.

Diketahui, Masalah jangka panjang terkait dengan akar HTS di cabang Al Qaeda Suriah, yang berarti mereka ditetapkan sebagai kelompok teroris oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Inggris Raya, dan Amerika Serikat.

Meski demikian, HTS memutuskan hubungan dengan Al Qaeda pada 2016. Tetapi masih ada keraguan tentang apakah minoritas Syiah dan Kristen di negara itu akan menghadapi penganiayaan.

Serta kekhawatiran bahwa pengambilalihan itu dapat menyerupai otoritas Taliban di Afghanistan, yang telah memberlakukan interpretasi ketat terhadap hukum Islam, atau syariah.

Menurut Perdana Menteri Inggris Keir Starmer, kepergian Assad sebagai titik balik bagi Suriah.

"Di masa lalu, kami selalu berpikir apa yang terjadi selanjutnya tentu lebih baik. Ternyata tidak demikian," Starmer memperingatkan pada Rabu.

Pakar Timur Tengah Bader Mousa al-Saif, dari lembaga pemikir Chatham House yang berbasis di Inggris, mengatakan fakta bahwa orang Kristen tidak dianiaya setelah pengambilalihan Aleppo.

"Kita perlu melihat HTS, membuktikan bahwa mereka bersikap moderat seperti yang mereka klaim. Putusannya masih belum keluar. Kita harus melihat dan mengamati," katanya kepada AFP.

Para pemberontak telah menunjuk Mohammad Al Bashir sebagai kepala pemerintahan transisi. Ia berusaha meyakinkan masyarakat global bahwa ia akan mengindahkan tuntutan mereka untuk pemerintahan yang "inklusif".

"Justru karena kami Islam, kami akan menjamin hak-hak semua orang dan semua sekte di Suriah," katanya kepada harian Italia Corriere della Sera.

Barnes-Dacey mengatakan, orang Eropa akan meragukan komitmen ini dan perlu mendekati situasi dengan kehati-hatian yang cukup besar.

Ia menyerukan proses yang bersemangat dan didukung PBB bisa menjadi satu-satunya cara untuk menyatukan berbagai pelaku internal dan eksternal.

Sementara Utusan PBB untuk Suriah Geir Pedersen mengatakan, sinyal awal adalah otoritas transisi memahami bahwa mereka perlu mempersiapkan proses yang lebih inklusif.

"Ketika kebingungan mulai mereda, tampaknya ada konsensus yang berkembang bahwa pendekatan multilateral diperlukan," ujarnya.

Kanselir Jerman Olaf Scholz dan Presiden Perancis Emmanuel Macron pada Senin sepakat bersama untuk bekerja sama dengan HTS.

Dan banyak negara, termasuk aktor regional utama Qatar, menyerukan agar pemerintah transisi mengikuti peta proses perdamaian yang diuraikan dalam resolusi PBB tahun 2015.

Badan dunia itu akan mempertimbangkan untuk menghapus HTS dari daftar teroris jika membentuk pemerintahan inklusif.

Sumber