Peneliti Ungkap KPK Sering Dihambat Usut Korupsi yang Libatkan TNI

Peneliti Ungkap KPK Sering Dihambat Usut Korupsi yang Libatkan TNI

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Gina Sabrina, menyebut bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sering menghadapi hambatan saat mengusut kasus dugaan korupsi yang melibatkan TNI atau pertahanan.

Gina menyebut, hambatan itu bahkan membentuk pola yang sama, mulai dari kesulitan-kesulitan seperti pemanggilan saksi hingga teror dan desakan untuk meminta maaf.

"Ada pola yang sama tiap menghadapi kasus dugaan korupsi, selalu ada kasus seperti itu dan sulit untuk menyelesaikannya, terutama kasus-kasus yang menyangkut pembelian alutsista," ujar Gina dalam diskusi yang dihelat Imparsial, Selasa (10/12/2024).

"Misalnya kasus helikopter AW101 (melibatkan) KSAU kalau tidak salah, disetop sama Puspom TNI. Kesulitan usut kasus heli AW101, KPK cari cara panggil ulang saksi dari TNI," imbuhnya.

Ia memberi contoh lain, pada awal 2024, pihaknya sempat mengajukan laporan terkait dugaan maladministrasi dalam pembelian jet tempur Mirage dari Qatar oleh Kementerian Pertahanan.

Ia mengatakan, walaupun bukan TNI yang menjadi subjek hukum dalam laporan ini, namun tindak lanjut KPK pun masih belum tampak sampai sekarang.

Sebelumnya, kisruh penanganan kasus korupsi yang ditangani KPK juga mencuat dalam kasus korupsi Kepala Basarnas. Puspom TNI merasa, penanganan kasus seharusnya ada di tangan mereka.

"Ada pola yang sama," tegas Gina.

Ia mengapresiasi gugatan yang akhirnya dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 87/PUU-XXI/2024 yang memberi kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan korupsi di tubuh TNI.

Direktur Imparsial, Ardi Manto Adiputra, menyebutnya sebagai oase reformasi peradilan militer, sebuah pekerjaan rumah yang dianggap stagnan sejak Reformasi.

"Ini lah yang dimandatkan sejatinya oleh UU KPK kepada institusi KPK untuk dapat memimpin pemberantasan korupsi di Indonesia, tidak peduli latar belakang atau lingkungan terjadinya di mana, siapa, itu harus dilakukan oleh KPK," ujar Ardi dalam kesempatan yang sama.

Sumber