Penetapan Tersangka Sahbirin Noor Dicabut, Bagaimana Kelanjutan Kasusnya di KPK?
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan sebagian gugatan praperadilan Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) Sahbirin Noor terkait penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam putusan yang dibacakan dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (12/11/2024), Hakim Tunggal Afrizal Hadi menyatakan bahwa penetapan status tersangkanya oleh KPK tidak sah.
Penetapan tersangka Sahbirin Noor dinyatakan tidak sah karena sebelum status tersangka ditetapkan, KPK belum melakukan pemeriksaan terhadap Sahbirin sebagai calon tersangka.
Menurut hakim, tindakan KPK tersebut dianggap tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
“Menyatakan tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat penetapan tersangka Sahbirin Noor oleh termohon,” kata Hakim Afrizal.
Dengan demikian, meskipun kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada 6 Oktober 2024, penetapan Sahbirin Noor sebagai tersangka dinilai tidak sah dalam pandangan hukum formal yang diuji dalam praperadilan.
Putusan ini juga berdampak pada kekuatan hukum dari Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yang digunakan oleh KPK untuk menetapkan Sahbirin Noor sebagai tersangka.
Hakim Afrizal menyatakan bahwa Sprindik yang digunakan oleh KPK tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Oleh karena itu, status tersangka Sahbirin dicabut oleh pengadilan, meskipun KPK tetap berhak untuk melanjutkan penyelidikan dengan mengumpulkan bukti baru yang mungkin dapat mendukung penetapan status tersangka.
"Menyatakan tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat penetapan tersangka Sahbirin Noor oleh termohon," ujar Hakim Afrizal, menggarisbawahi bahwa keputusan praperadilan ini mencabut penetapan tersangka tetapi tidak menutup kemungkinan proses penyidikan dilanjutkan.
KPK menyayangkan putusan yang mengabulkan gugatan praperadilan Sahbirin Noor, yang dianggap membatalkan status tersangka yang sudah ditetapkan sebelumnya.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, menjelaskan bahwa penetapan Sahbirin sebagai tersangka dilakukan setelah KPK mengantongi dua alat bukti yang sah, sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
KPK mengacu pada Pasal 44 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 yang menyebutkan bahwa jika ditemukan dua bukti yang cukup, penyelidik dapat melaporkan kepada pimpinan KPK untuk kemudian diteruskan ke tahap penyidikan.
"Dalam perkara yang bermula dari kegiatan tangkap tangan tersebut KPK menetapkan tersangka pada tahap awal penyidikan dengan minimal dua alat bukti," kata Tessa pada 12 November 2024.
Kemudian, Tessa menyebut, putusan praperadilan ini hanya menguji aspek formil dalam penetapan tersangka, bukan substansi atau materiil perkara.
Oleh karena itu, meskipun status tersangka Sahbirin Noor dibatalkan pengadilan, proses penyidikan terhadap dugaan suap yang melibatkan pejabat Provinsi Kalsesl tetap dapat dilanjutkan.
KPK menegaskan bahwa kemenangan praperadilan ini tidak akan mengganggu proses penyidikan yang sedang berlangsung.
"Saya sampaikan bahwa praperadilan ini hanya menguji dari aspek formil saja, bukan aspek materiil,” ujar Tessa.
Dengan kata lain, kasus dugaan suap terkait proyek pembangunan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) tetap akan diselidiki meskipun status tersangka Sahbirin Noor dicabut.
Tessa juga mengisyaratkan bahwa terbuka kemungkinan KPK menetapkan Sahbirin Noor sebagai tersangka kembali.
Pasalnya, Tessa menjelaskan bahwa KPK masih memiliki kewenangan melanjutkan penyelidikan dan menetapkan tersangka baru jika bukti baru ditemukan.
"Penggalian keterangan yang dilakukan oleh penyidik ini nanti akan dapat kembali membuat adanya surat perintah penyidikan yang baru," kata Tessa.
Kasus yang menjerat Sahbirin Noor ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada 6 Oktober 2024.
Dalam operasi tersebut, sejumlah pejabat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalsel diamankan yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap.
Para tersangka yang lain di antaranya Ahmad Solhan, Kepala Dinas PUPR Kalimantan Selatan; Yulianti Erlinah, Kepala Bidang Cipta Karya Kalimantan Selatan; Ahmad, pengurus Rumah Tahfidz Darussalam; dan Agustya Febry Andrean, Plt Kepala Bagian Rumah Tangga Gubernur Kalimantan Selatan.
Selain itu, ada dua pihak swasta yang turut menjadi tersangka, yaitu Sugeng Wahyudi dan Andi Susanto.
KPK lantas menetapkan Sahbirin Noor sebagai tersangka korupsi penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara terkait proyek pembangunan di Dinas PUPR Kalsel.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyebut, Paman Birin diduga menerima fee sebesar 5 persen dari proyek tersebut.
"Telah ditemukan bukti permulaan yang cukup terkait dugaan tindak pidana korupsi berupa Penerimaan Hadiah atau Janji oleh Penyelenggara Negara atau yang Mewakilinya di Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2024-2025," kata Ghufron di Gedung Merah Putih, Jakarta pada 8 Oktober 2024.