Pengacara Klaim Harvey Moeis sudah Salurkan Dana CSR 1,5 Juta Dollar AS

Pengacara Klaim Harvey Moeis sudah Salurkan Dana CSR 1,5 Juta Dollar AS

JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum terdakwa dugaan korupsi tata niaga komoditas timah, Harvey Moeis, menyatakan bahwa kliennya telah menyalurkan seluruh dana sosial dari smelter swasta sebesar 1,5 juta dollar Amerika Serikat (AS).

Dana tersebut disebut jaksa sebagai "dana pengamanan" yang dikemas dalam modus corporate social responsibility (CSR).

Dalam pembacaan dupliknya di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Jumat (20/12/2024), pengacara Harvey menyebutkan bahwa dana 1,5 juta dollar AS itu disalurkan untuk menanggulangi dampak pandemi Covid-19.

"Berdasarkan keterangan terdakwa Harvey Moeis, dana kas bersama yang bersifat sukarela dari para smelter swasta hanya sebesar 1,5 juta dollar AS, dan dana kas bersama tersebut sudah disalurkan semuanya ke masyarakat," kata pengacara.

Pengacara juga mengeklaim bahwa harta kekayaan Harvey Moeis bersumber dari bisnisnya di batubara dan warisan orang tua.

Oleh karena itu, pengacara berpendapat bahwa tuntutan jaksa yang meminta Harvey membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar tidak memiliki dasar hukum.

"Karena seharusnya penentuan uang pengganti adalah senilai yang diterima," ujar pengacara.

Sebelumnya, jaksa menuntut Harvey Moeis dihukum 12 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan.

Jaksa juga membebankan biaya uang pengganti sebesar Rp 210 miliar.

Jaksa menilai Harvey terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi bersama eks Direktur PT Timah Tbk, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, dan para bos perusahaan smelter swasta.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 12 tahun, dikurangkan sepenuhnya dengan lamanya terdakwa dalam tahanan dengan perintah tetap dilakukan penahanan di rutan,” ujar jaksa.

Dalam perkara korupsi ini, negara diduga mengalami kerugian keuangan hingga Rp 300 triliun.

Harvey Moeis didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari penerimaan uang Rp 420 miliar hasil tindak pidana korupsi.

Harvey, yang merupakan perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT), bersama eks Direktur Utama PT Timah, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, diduga mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapatkan keuntungan.

Harvey menghubungi Mochtar untuk mengakomodasi kegiatan tersebut.

Setelah beberapa kali pertemuan, Harvey dan Mochtar sepakat agar kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut di-cover dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.

Harvey kemudian menghubungi beberapa smelter, seperti PT SIP, CV VIP, PT SPS, dan PT TIN, untuk berpartisipasi dalam kegiatan itu.

Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan.

Keuntungan tersebut kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana CSR yang difasilitasi oleh Manager PT QSE, Helena Lim.

Dari perbuatan ini, Harvey Moeis bersama Helena Lim diduga menikmati uang negara sebesar Rp 420 miliar.

Atas perbuatannya, Harvey Moeis didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tahun 2010 tentang TPPU.

Sumber