Pengacara Ungkap Derma Roller Ria Beauty yang Tak Berizin Dijual Bebas, Pertanyakan Kemenkes
JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum tersangka Ria Agustina (33), Raden Ariya menyebut, alat treatment derma roller yang digunakan kliennya di klinik Ria Beauty dijual secara bebas di pasaran.
Oleh karenanya, ia justru mempertanyakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) lantaran alat tersebut disebut tak punya izin.
“Kalau terkait tidak memiliki izin, itu justru kami mempertanyakan lagi ke Kementerian Kesehatan. Itu kan dijual bebas juga, dan mungkin jika alat tersebut itu merugikan masyarakat, baiknya itu lebih baik ditarik saja, dan dilarang,” ujar Raden di Polda Metro Jaya, Senin (9/12/2024).
Raden menilai, Kementerian Kesehatan melakukan pembiaran terhadap peredaran alat derma roller tersebut.
“Pembiaran itu kan bisa ada dua alternatif. Satu, memang tidak masalah dipergunakan. Dua, memang karena tidak ada aturan yang mengatur terkait penggunaan alat tersebut,” kata dia.
Raden pun meyakini, alat derma roller yang digunakan kliennya tidak menyalahi aturan karena belum ada undang-undang (UU) yang mengatur.
“Kecuali sudah ada aturan yang mengatur bahwa ini dilarang, tetap dilakukan, itu baru (menyalahi aturan),” pungkas dia.
Diberitakan sebelumnya, penyidik Subdit Renakta Ditreskrimum Polda Metro Jaya menangkap pemilik Ria Beauty, Ria Agustina (33), dan karyawannya, DN (58), di kamar salah satu hotel wilayah Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (1/12/2024).
Ria dan DN ditangkap saat keduanya sedang memberikan layanan kecantikan terhadap tujuh pasien di kamar hotel 2028.
Ria ditangkap lantaran alat yang digunakan untuk treatment derma roller tidak mempunyai izin edar.
Tidak hanya itu, krim anestesi dan serum yang diberikan kepada pelanggan (korban) Ria Beauty juga ternyata tidak terdaftar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Ria dan DN melangsungkan praktik sebagai tenaga medis yang memiliki surat standar registrasi (STR) dan surat izin praktik (SIP), padahal tidak.
Keduanya diduga melanggar Pasal 435 jo Pasal 138 ayat (2) dan/atau ayat (3), serta/atau Pasal 439 jo Pasal 441 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.