Pengacara Wali Kota Semarang Mbak Ita Tuding Penetapan Tersangka oleh KPK Langgar Prosedur
JAKARTA, KOMPAS.com - Tim kuasa hukum Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita menyebut bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melanggar prosedur dalam menetapkan kliennya sebagai tersangka.
Kuasa hukum Mbak Ita, Heri Perdana Tarigan mengatakan, penetapan tersangka seharusnya berdasar pada minimal dua alat bukti permulaan yang cukup.
Hal ini disampaikan saat membacakan replik dalam sidang praperadilan yang menggugat penetapan tersangka oleh KPK.
“Diperoleh pemohon secara pro justitia dalam rangka penyidikan,” kata Heri di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Rabu (8/1/2025).
Heri mengatakan, pihaknya menolak dalil-dalil dari Tim Biro Hukum KPK karena bukti-bukti yang disampaikan diperoleh setelah Mbak Ita ditetapkan sebagai tersangka.
Sementara itu, bukti dari tahap penyelidikan yang menjadi dasar penetapan tersangka justru berkaitan dengan tindak pidana kasus korupsi yang berbeda.
Heri lantas menyinggung pasal 44 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-Undang (UU) KPK terkait bukti permulaan, yang hanya digunakan untuk menentukan apakah peristiwa terkait merupakan tindak pidana korupsi.
“Oleh karenanya pasal 44 UU KPK bukan ketentuan lex specialis yang dapat mengecualikan KUHAP sebagaimana didalilkan termohon (KPK),” ujar Heri.
Menurut dia, bukti permulaan yang ditemukan KPK pada tahap penyelidikan tidak bisa dimaknai dan digunakan untuk menentukan seseorang sebagai tersangka.
Sebab, untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka harus menggunakan bukti yang diperoleh di tahap penyidikan.
“Sebagaimana diatur dalam KUHAP,” kata Heri.
Adapun KPK dalam banyak kesempatan telah menegaskan bahwa UU KPK berkedudukan lex specialis.
Oleh karenanya, bukti permulaan yang ditemukan di tahap penyelidikan bisa menjadi dasar untuk meningkatkan perkara ke tahap penyidikan sekaligus menetapkan tersangka.
Sebelumnya, Mbak Ita ditetapkan sebagai tersangka dugaan gratifikasi, suap pengadaan barang dan jasa, serta pemotongan insentif pegawai atas capaian pemungutan retribusi daerah di lingkungan Pemerintah Kota Semarang.
Mbak Ita kemudian menggugat status tersangka itu ke PN Jaksel. Permohonannya teregister dengan Nomor Perkara 124/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL.
Dalam peritumnya, dia meminta agar Hakim Tunggal PN Jaksel menyatakan Sprindik Nomor Sprin.Dik/103/DIK.00/01/07/2024 tidak sah atau patut dinyatakan batal.